Cerita Pahit Kombes Krishna Saat Kartu Kreditnya Dibobol di AS

Kombes Krishna bercerita peristiwa ini terjadi saat bertugas di luar negeri, tepatnya ke New York, Amerika Serikat.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 04 Apr 2016, 19:23 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2016, 19:23 WIB
20150914-Krishna-Murti
Kunjungan Kombes Krishna Murti ke kantor redaksi SCTV, Jakarta, Senin, (14/9/2015). (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Resmob Polda Metro Jaya merilis kasus pencurian maupun pembobolan informasi kartu kredit atau debit (skimming). Kasus ini cenderung meresahkan warga karena korban tidak tahu bila menjadi sasaran dan hanya bisa meratap saat menerima tagihan dalam jumlah besar atau uang tabungan hilang begitu saja.

Direktur Kriminal Umum Polda Metro Kombes Pol Krishna Murti pun punya kenangan pahit jadi korban skimming. Ia bercerita kejadian ini terjadi saat dirinya tugas ke luar negeri, tepatnya ke New York, Amerika Serikat.

Saat itu, Krishna sedang jalan-jalan dan membeli barang di pusat perbelanjaan Venice. Ia tidak membayar secara tunai namun dengan menggesekkan kartu kreditnya.

"Nah saya tidak tahu di situ kartu kredit saya di-skim," kata Krishna di Jakarta, Senin (4/4/2016). 

Sepulangnya di Jakarta, seperti biasa ia mendapat tagihan kartu kredit. Saat membaca tagihan, Krishna terkejut. Angka tagihannya melonjak tinggi.

"Saya pas pulang (ke Jakarta) baru tahu, ada tagihan datang. Itu dipakai belanja di Madrid (Spanyol)," tutur dia.

Seberapa besar jumlah tagihan tidak ia jelaskan. Namun, Krishna tidak mau masyarakat mengalami hal serupa dengan dia. Lantas, beberapa tips pun diberikan Kombes Krishna.

"Terutama di tempat wisata dan pusat belanja di luar mal besar, di situ banyak tempat nakal, harus hati-hati," jelas Krishna.

Masyarakat diminta memperhatikan bentuk mesin EDC (Electronic Data Capture). Bila merasa mesinnya berbeda dari biasanya, seringkali sudah dipasang alat sadap. Alat itu berfungsi merekam informasi elektronik, berupa sandi rahasia, kemudian dikirimkan ke pusat.

Bahan Baku Asal Glodok

Setelah komplotan penjahat skimming ini mendapat data, mereka melakukan duplikasi. Untuk itu dibutuhkan kartu kosong dan dapat dibeli dengan mudah di Pusat Perbelanjaan Glodok, Jakarta Barat.

Kartu kosong itu dijual murah, sekitar Rp 10 ribu. Setelah itu, kartu diisi data-data yang telah dicuri, diprint cover sesuai logo bank, dan siap untuk dipakai.

Krishna menjelaskan komplotan skimming tidak memakai sendiri isi kartu tersebut, melainkan menjualnya ke orang lain.

"Kartu ini bisa dijual borongan, dihargai sekian juta, dengan asumsi tahu atau tidak isi kartunya. Misal 1 kartu Rp 10 juta, kalau isinya 5 juta ya gambling, kalau isinya 100 juta ya untung," tegas Krishna.‎

Pelaku skimming yang ditangkap kali ini berjumlah 1 orang, yakni seorang perempuan bernama Rini. Krishna menjelaskan identitas pelaku belum akan diungkap karena masih akan didalami.

"Ini hasil pengembangan juga dari sebelumnya. Sang suami, Erik sudah masuk penjara lebih dulu," kata Krishna.

Rini, yang memakai penutup wajah warna hitam dan pakaian tahanan oranye, menjelaskan kejahatan ini dilakukan tidak berkaitan dengan sang suami dan baru-baru saja dilakukan.

"Memang biasa pelaku begitu. Selalu bilang enggak terkait dan bilang orang baru," timpal Krishna.

Polisi menyita 26 kartu ATM dan kartu kredit palsu. Menurut Krishna, barang sitaan harusnya lebih banyak. Namun, pelaku telah menggunting dan membuang kartu yang sudah tidak dipakai. Pelaku pun dikenakan pasal penipuan dan pasal pencucian uang.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya