Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej menyebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional) tidak lagi berorientasi pada hukum pidana klasik yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam semata.
Â
KUHP baru, kata Eddy berorientasi pada paradigma, mindset, dan pemikiran hukum pidana modern yaitu keadilan kolektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitas.
Â
Demikian disampaikan Eddy dalam diskusi bertajuk 'KUHP Baru dan Masa Depan Hukum di Indonesia' di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), yang berlangsung pada Rabu (12/4/2023).
Â
"Sederhananya kalau keadilan korektif itu ditujukan kepada pelaku, artinya pelaku akan dijatuhi sanksi atas perbuatan yang dia lakukan sebagai tindakan koreksi bahwa dia bersalah," ujar Eddy.
Â
Menurutnya, keadilan restoratif di dalam KUHP baru ditujukan kepada korban. Dimana, korban harus dipulihkan akibat kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan.
Â
Sedangkan kalau keadilan kolektif ditujukan kepada pelaku dan keadilan restoratif ditujukan kepada korban, maka keadilan rehabilitatif baik ditujukan kepada pelaku maupun korban.
Â
"Jadi pelaku tidak hanya dijatuhi sanksi, tetapi harus juga diperbaiki, harus direhabilitasi, demikian juga dengan korban, tidak hanya dipulihkan, tetapi juga harus di rehabilitasi. Itu adalah visi dari KUHP nasional," kata dia.
Â
KUHP Baru Harus Disosialisasikan
Mahasiswa memasang spanduk di pagar saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK. (Liputan6.com/JohanTallo)
Sementara, Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta Ari Aprian Harahap mengatakan kehadiran KUHP baru harus disosialisasikan ke tengah masyarakat, khususnya mahasiswa. Tujuannya agar tidak terjadi salah penafsiran.
Â
"Kita coba tabayyun dengan isi dari KUHP baru ini dengan Wamen, karena dulu ruang dialog kita dengan pihak Kemenkumham terbatas," kata Ari.
Â
Ari merasa didalam KUHP baru terdapat beberapa pasal yang bermasalah dan sangat bertentangan dengan para aktivis.Â
Â
"Salah satunya ya pasal penghinaan Presiden dan penghinaan lembaga negara. Pasal ini tentunya berbahaya bagi kita aktivis yang sering demo ke jalan ini," ujarnya.
Â
Oleh karena itu, tujuan dari kegiatan ini yaitu agar Kemenkumham memberikan informasi serta pemahaman baru tentang UU KUHP yang telah disahkan tersebut.
Â
"Kita hadirkan langsung Prof Wamen ini untuk menjelaskan kepada kita semua bagaimana UU KUHP baru serta bagaimana masa depan hukum di Indonesia setelah UU KUHP baru ini diimplementasikan nantinya," tandasnya.
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓