Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 380 siswa SMA Negeri 3 Semarang, Jawa Tengah tidak lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2016. Mereka yang tidak lolos seluruhnya merupakan siswa jurusan IPA di sekolah unggulan tersebut.
Persoalan yang belum pernah terjadi ini pun mengundang reaksi pemerintah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengaku heran dengan kejadian yang menimpa seluruh siswa jurusan IPA reguler di SMA 3 Semarang.
Namun mantan Rektor Universitas Paramadina ini menduga kesalahan ada pada proses input data. Hal tersebut membantah tudingan sejumlah wali murid yang mengatakan kegagalan itu karena Sistem Kredit Semester (SKS).
"Dari 50 sekolah di seluruh Indonesia yang menggunakan sistem SKS, ada 7 sekolah di Jawa Tengah menerapkan sistem itu. Tapi semua sekolah itu tidak ada masalah, kecuali SMA 3 Semarang," ujar Anies saat ditemui di Kantor Kemdikbud, Senayan, Jakarta, Rabu 11 Mei 2016.
Baca Juga
Menurut dia, jika persoalan hanya terjadi di satu sekolah, sementara sekolah lain yang menerapkan SKS tidak ada permasalahan. Berarti kesalahan bukan pada sistem pembelajaran yang selama ini dijalani sekolah.
"Sehingga kita minta untuk diaudit, apakah ada data yang tidak lengkap, apakah memasukkannya keliru, itu semua pertanyaan yang harus dijawab," jelas Anies.
Dia menambahkan kewenangan keputusan selanjutnya ada di pihak panitia. Apakah para siswa akan melakukan tes ulang atau tidak. "Bukan saya panitianya. Saya tidak bisa jawab," pungkas Anies.
Sebelumnya, ratusan siswa dan wali murid SMA Negeri 3 Semarang dikejutkan dengan tidak ada satu pun pelajar jurusan IPA yang lolos SNMPTN 2016. Padahal SMA 3 Semarang dikenal sebagai sekolah unggulan dengan kualitas akademik siswanya yang di atas rata-rata.
Para siswa pun melakukan protes dengan mengenakan pita hitam di lengan kiri saat prosesi wisuda yang digelar di Hotel Horison pada Selasa 10 Mei 2016.
Peristiwa ini diketahui saat salah seorang wali murid mengungkapkan kekecewaannya melalui media sosial. Dia juga menuding kesalahan ini akibat sistem SKS di sekolah tersebut yang dianggap belum terkoneksi dengan program SNMPTN.
Advertisement