Liputan6.com, Semarang - Ratusan siswa SMA Negeri 3 Kota Semarang tidak lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2016. Mereka yang tidak lolos seluruhnya merupakan siswa jurusan eksakta atau IPA.
Peristiwa tersebut mengejutkan siswa maupun para orangtua. Sekolah negeri itu termasuk unggulan di Semarang karena rata-rata siswa memiliki kualitas akademik yang baik. Atas hasil tersebut, para siswa mengajukan protes dengan mengenakan pita hitam di lengan kiri dalam acara wisuda di Hotel Horison pada Selasa, 10 Mei 2016.
Agus Susilo, orangtua siswa SMAN 3 Semarang, menuding kebijakan sekolah mengambil program pendidikan dengan sistem kredit semester (SKS) menyebabkan tidak adanya siswa jurusan IPA yang lulus dalam seleksi SNMPTN. Kecurigaan muncul lantaran belum terkoneksinya SKS yang diterapkan kelas IPA di SMAN 3 Semarang dengan program seleksi SNMPTN.
"Tidak itu saja, tapi sekolah juga dinilai lamban dalam melayani siswa ketika akan melengkapi berkas. Saat akan mendaftar, siswa hanya diberi waktu tiga hari, padahal konversi dari abjad ke angka membutuhkan waktu. Seperti nilai B harus disamakan dengan angka berapa ini, kan tidak mudah tapi pihak sekolah malah memberi waktu sangat mepet," ujar Agus.
Baca Juga
Kabar mengejutkan yang menimpa sekolah unggulan di Kota Semarang itu pertama kali menyebar lewat media sosial. Salah seorang orangtua siswa mengungkapkan kekecewaan karena sebanyak 375 siswa SMA itu dinyatakan tidak diterima di sejumlah perguruan tinggi negeri melalui jalur undangan atau SNMPTN 2016.
Padahal, ratusan siswa memiliki nilai pelajaran eksakta rata-rata 92. "Putra saya selalu peringkat 1-4 di kelas dengan UN mapel eksak biologi, kimia, matematika dan fisika rata-rata 92 dengan tujuh kejuaraan tingkat provinsi pun tidak lolos," tulis Desti.
Yang lebih mengejutkan lagi, sambung Desti, adalah tidak lolosnya siswa berprestasi peraih medali emas Olimpiade Sains Nasional dalam SNMPTN 2016. "Yang lolos, yang tidak pakai sistem SKS. Bagaimana ini terjadi? Yang jelas ratusan siswa kecewa," ujar Desti lagi.
Atas kondisi itu, Desti yang mengetahui kondisi tersebut usai anak anaknya melihat pengumuman seleksi SMNPTN secara online, Senin, 9 Mei 2016, mengharapkan penyelesaian dari Mendikbud Anies Baswedan. Desti juga meminta agar Kepala SMAN 3 Semarang mundur dari jabatannya jika insiden yang merugikan ratusan siswa merupakan kesalahan dari kepala sekolah.
Terkait protes tersebut, Kepala Sekolah SMAN 3 Semarang Bambang Niantomulyo, meminta maaf atas insiden yang baru pertama kali menimpa ratusan siswanya. "Kami minta maaf atas insiden yang terjadi. Saat ini pihak sekolah belum bisa melakukan akses data karena log in hanya bisa dilakukan siswa," ujar Bambang.
Insiden tersebut, tambah dia, juga menjadi pembelajaran agar ke depan tidak terulang. "Saya percaya siswa SMAN 3 yang memiliki kemampuan akademis baik akan lolos dalam seleksi perguruan tinggi nantinya," kata Bambang.