Liputan6.com, Jakarta - 18 tahun lalu, kasus penembakan 4 mahasiswa Trisakti terjadi. Kampus Trisakti pun kembali memperingati meninggalnya mahasiswa mereka, bendera setengah tiang dikibarkan, bunga ditaburkan, memori diceritakan, sambutan-sambutan diucapkan.
"Kita ingatkan pemerintah ini ada momentum belum selesai, reformasi belum selesai," ujar Sekretaris Senat Universitas Trisakti, Dadan Umar Daihani usai upacara di depan Gedung Dr Syarif Thajeb, Kamis (12/5/2016).
Upacara pada jam 08.00 WIB itu berlangsung khidmat, mahasiswa berbaju seragam putih-putih menating 4 foto pejuang reformasi yang meregang nyawa akibat peluru tajam aparat yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.
Sunarmi, ibu Hafidin Royan yang merupakan salah satu korban penembakan mengecam pemerintah yang menurutnya tidak menyelesaikan kasus pembunuhan putra satu-satunya. Ia geram.
Baca Juga
"Perjuangan ini harus dilanjutkan, putra saya tak boleh mati sia-sia. Akui saja siapa yang menembak anak saya," ujar Sunarmi pada Liputan6.com di Museum Trisakti.
Usai upacara, ratusan mahasiswa dan terus bertambah memadati lapangan parkir. Mereka membentuk barisan menenteng spanduk, meneriakkan yel-yel. "Jokowi jangan menutup mata," teriak salah satu orator lewat megafon.
Tuntutan mereka cuma satu, tuntaskan kasus pelanggaran HAM berat pada 12 Mei 1998.
"Kami ingin ini dituntaskan secara keadilan hukum, walaupun kita akui negara telah memberikan menobatkan jadi pahlawan perjuangan reformasi, tapi itu tak cukup," ucap Dadan yang juga ikut aksi dan mengaku melihat langsung tembakan yang mengarah ke dalam kampusnya.
"Satpam bilang ada yang tertembak, tapi saya nggak bisa masuk, lihat dari pinggir jalan," ujar Dadan yang pada masa itu menjadi dosen.
Tragedi Trisakti tak bisa dilupakan dari para mahasiswa Trisakti. Empat mahasiswa meninggal dunia dengan masing-masing peluru bersarang di leher, kepala, dan dada mereka.