Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ingin tak terburu-buru menetapkan tersangka baru pada kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Jangan buru-buru lah dalam menetapkan tersangka baru," ucap Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Jakarta, Senin (30/5/2016).
‎Di satu sisi, KPK memang membutuhkan keterangan sejumlah saksi. Salah satunya, Royani, orang yang disebut-sebut sopir sekaligus ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Royani sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya.
Meski membutuhkan keterangan Royani, namun KPK tetap bisa mengeluarkan penetapan tersangka baru tanpa keterangan Royani. "Ya bisa saja begitu (tetapkan tersangka), tapi jangan (bertindak) buru-buru," ujar dia.
Agus berharap dalam waktu dekat pihaknya sudah bisa memulai 'babak baru' penyidikan kasus ini. Salah satunya dengan dikeluarkannya surat perintah dimulai penyidikan (sprindik), yang artinya ada tersangka baru, jika ekspose atau gelar perkara kasus ini rampung dan lengkap bukti-buktinya.
Baca Juga
"Kita akan mengembangkan terus. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kemudian kita bisa selesaikan masalah itu. Selalu nanti anak-anak (penyidik) kalau sudah lengkap ekspose, (diserahkan) ke kami, lalu kami akan mengambil langkah-langkah," kata Agus.
Dalam kasus dugaan suap pendaftaran perkara PK pada PN Jakpus ini KPK sudah menetapkan dua tersangka. Mereka yakni Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat, Edy Nasution dan Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga, Doddy Ariyanto Supeno.
Edy diduga dijanjikan uang hingga Rp 500 juta oleh Doddy. Pada saat ditangkap tangan, KPK menemukan uang Rp 50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp 100 juta dari Doddy.
Belakangan kasus ini berkembang pada dugaan keterlibatan pihak lain. Dugaan itu dilihat dari dikeluarkannya surat pencegahan KPK melalui Ditjen Imigrasi.
‎Adapun mereka yang sudah dicegah ke luar negeri dalam kasus ini yakni Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Royani yang disebut-sebut sebagai sopir sekaligus ajudan Nurhadi, dan Chairman PT Paramount Enterprise International Eddy Sindoro.
Polri Dukung KPK Periksa 3 Polisi
Terkait kasus dugaan suap pengajuan PK di PN Jakarta Pusat, tiga polisi hingga kini masih belum memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi. Ketiganya tidak memenuhi panggilan KPK tanpa memberikan keterangan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Agus Rianto mengatakan pihaknya tidak akan menghalangi lembaga antirasuah itu memproses tiga anggota kepolisian. Bahkan, Agus menegaskan pihaknya mendukung penuh proses hukum yang dilakukan KPK.
"Kita masih menunggu info lebih lanjut dari KPK, pada prinsipnya kita mendukung semua proses pelaksanaan tugas yang dilakukan KPK," kata Agus di Kompleks Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (30/5/2016).
Agus menambahkan, pihaknya tidak akan mengintervensi KPK. Polri, sambung dia, tidak segan menindaklanjuti ketiga anggota itu jika KPK menemukan alat bukti yang cukup.
"Kami tidak bisa intervensi proses itu, prinsipnya kita dukung proses teman-teman KPK. Kalau misalnya ada dugaan pelanggaran tentunya kita akan lakukan proses lebih lanjut," Agus menegaskan.
Sebelumnya, tiga anggota Polri yakni Fauzi Hadi Nugroho, Andi Yulianto, dan Dwianto Budiawan sudah dua kali mangkir dari pemeriksaan yang diagendakan KPK terkait kasus suap pengajuan PK di PN Jakarta Pusat.
Ketiga anggota polisi yang diduga sebagai ajudan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi itu diduga kuat mengetahui rentetan kasus suap tersebut. Namun, sampai sejauh ini KPK belum bisa mengorek informasi lebih karena ketiganya belum mau hadir di pemeriksaan yang diagendakan.
Advertisement