Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Â didesak untuk menindaklanjuti laporan kasus dugaan korupsi penyimpangan dana APBD Kabupaten Mamberamo Raya, Papua tahun 2008-2009. Sebab, kasus yang sudah dilaporkan ke KPK sejak 2013 lalu itu mandek dan tidak ada kejelasan.
"Kami menilai kasus ini jalan di tempat. Karena itu kami datang lagi ke KPK hari ini. Kami mempertanyakan kinerja KPK terkait kasus penyalahgunaan anggaran Kabupaten Mamberamo tahun 2008-2009," kata Ketua Forum Peduli Kawasan Byak, Jhon Mandibo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 2 Juni 2016.
Dalam kasus tersebut, Demianus Kyeuw Kyeuw yang saat itu menjadi Bupati Mamberamo Raya, serta mantan Kabag Keuangan Sekda dan Bendahara Rutin Kabupaten Mamberamo Raya yang kini menjadi Bupati Biak Numfor, Thomas Alfa Edison Ondy menjadi terlapor.
Jhon mengatakan, sudah beberapa kali kasus ini dilaporkan, baik kepada KPK maupun Kejaksaan Tinggi Papua. Namun tidak terlihat ada tindakan hukum yang diterapkan kepada Thomas dan Demianus selaku terlapor.
Baca Juga
Jhon yang datang didampingi oleh Solidaritas Mahasiswa Peduli Mamberamo Raya dan Komite Masyarakat Adat Papua (Kampak) Papua ini menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan fotokopi konfirmasi Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK ke Kejati Papua dengan surat R-1287/20-25/10 pada tahun 2013 lalu.
Menurut dia, surat tersebut ditandatangani oleh Deputi Bidang Penindakan KPK W Sadono.
"Tapi hingga saat ini kasusnya tidak pernah ditindaklanjuti terhadap para pelaku yang merugikan negara. Kami selaku elemen masyarakat Papua sampai saat ini belum mendapatkan perkembangan kasus ini," kata Jhon.
Penyimpangan
Lebih jauh dia menjelaskan, dasar laporan mereka adalah sejumlah kerugian negara yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pertama, yakni temuan BPK perwakilan Papua tahun 2008/2009 yang menyebabkan kerugian negara sampai Rp 100 miliar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Kerugian itu timbul di antaranya pada proyek fiktif pembangunan perumahan rakyat Rp 70 miliar dan bantuan dana pemberdayaan 58 kampung pada delapan distrik di Kabupaten Mamberamo Raya dan pengadaan alat-alat kesehatan," ucap Jhon.
Kemudian, lanjut dia, temuan LHP BPK tahun 2012 pada saldo kas bendahara pengeluaran yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 182 miliar. Selain itu, menurut dia, pada tahun 2013, BPK juga menemukan adanya penyimpangan dan kerugian negara sebesar Rp 35 miliar.
Atas sejumlah temuan tersebut, lanjut Jhon, pada 2010 Kepala Kejaksaan Tinggi Papua mengeluarkan surat pemeriksaan terhadap Bendahara Rutin Kabupaten Mamberamo Raya terkait penyimpangan kegiatan selama tahun 2008/2009 yang tidak dipertanggungjawabkan.
"Di tahun 2012 Bupati Mamberamo Raya juga pernah dipanggil Kejari Jayapura terkait pembangunan fiktif perumahan rakyat senilai Rp 70 miliar dan saat itu panggilan tersebut tidak direspons," ujar dia.
Ia menambahkan, pada tahun yang sama Kejari Jayapura pun membenarkan adanya jabatan ganda yang dilakukan Bupati Mamberamo Raya, di mana terjadi penyimpangan prosedur terkait pengangkatan Thomas Alfa Edison sebagai pengelola keuangan Mamberamo Raya.
"Kasus ini tahun 2013 diambil alih KPK, dan KPK sudah memeriksa penyidik Kejaksaan Tinggi Papua, penyidik Polda Papua, dan memeriksa BPK RI perwakilan Papua, tapi sampai saat ini tidak ada kelanjutan dari pemeriksaan tersebut," ucap dia.
Terkait hal ini, KPK memastikan pihaknya sudah menerima laporan tersebut. Melalui surat pemberitahuan resmi yang disampaikan KPK, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, Widyatmoko mengaku sudah menerima laporan dugaan korupsi ini.
Advertisement