KPK Periksa Anak Buah Cak Imin Terkait Suap Jalan di Maluku

Fathan sudah beberapa kali diperiksa KPK untuk dikorek keterangannya dalam dugaan suap yang telah menjerat sejumlah koleganya di Komisi V.

oleh Oscar Ferri diperbarui 12 Agu 2016, 13:54 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2016, 13:54 WIB
Ilustrasi Korupsi 2
Ilustrasi Korupsi (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKB, Fathan. Anak buah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AHM (Amran HI Mustary)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (12/8/2016).

Ini bukan pertama kalinya KPK memeriksa Fathan. Sebelumnya, Fathan sudah beberapa kali diperiksa KPK untuk dikorek keterangannya dalam dugaan suap yang telah menjerat sejumlah koleganya di Komisi V. Fathan ditengarai kuat mengetahui banyak soal suap tersebut.
‎

Pada kasus ini, sejumlah Anggota Komisi V DPR diduga telah menerima suap dari pengusaha. Suap diberikan agar para anggota DPR itu menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan jalan milik Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara.

KPK pun menetapkan tujuh orang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini. Tiga tersangka di antaranya merupakan Anggota Komisi V DPR RI.

Ketiganya, yaitu Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar, dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Mereka diduga menerima fee hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir.

Sementara tersangka lainnya yakni, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua staf Damayanti, yakni Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.

Abdul Khoir telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor. Dia divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. Khoir didakwa bersama-sama memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah Anggota Komisi V.

Total uang suap yang diberikan Abdul sebesar Rp 21,38 miliar, SGD 1,67 juta, dan US$ 72,7 ribu. Suap diberikan oleh Abdul bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya