Liputan6.com, Jakarta - Sidang permohonan praperadilan yang dilayangkan PT Mobile 8 Telecom semula dijadwalkan digelar hari ini sebagai sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena ketidakhadiran pihak termohon, dalam hal ini Kejaksaan Agung, hakim menyatakan sidang ditunda.
"Dikarenakan pihak termohon tidak hadir, maka sidang kita tunda sampai Senin 21 November 2016 agar kedua belah pihak mempersiapkan diri," ujar hakim tunggal Irwan di PN Jakarta Selatan, Senin (14/11/2016).
Namun, penundaan selama satu pekan yang diputuskan hakim dirasa memberatkan bagi pihak pemohon. Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum dari pihak pemohon merasa penundaan dengan waktu satu pekan terlalu lama.
Advertisement
"Itu terlalu lama, Pak Hakim. Kalau boleh ya jangan terlalu lamalah. Kasus ini kan sangat penting. Paling tidak tiga hari begitu," ujar Hotman Paris.
Meski demikian, hakim tetap memutuskan untuk menunda sidang selama satu pekan ke depan.
Sidang ini merupakan bagian dari proses untuk menguji penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. Hal tersebut disampaikan Hotman Paris mengingat sebelumnya pihak termohon telah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan transaksi fiktif voucher Mobile 8 Telecom dengan PT Djaja Nusantara Komunikasi (PT DNK).
Menurut dia, pembeli voucher Mobile 8 dalam hal ini PT DNK yang diberikan kuasa, dituding melakukan transaksi fiktif sekalipun telah memohonkan tax amnesty dan membayar uang tebusan.
Kejagung menduga, PT Mobile 8 Telecom memanipulasi transaksi penjualan produk telekomunikasi, dalam hal ini telepon seluler dan voucher pulsa kepada distributor di Surabaya, PT DNK. Ditaksir nilainya mencapai Rp 80 miliar dalam rentang waktu 2007 hingga 2009 di mana ada dua kali pengiriman uang paada Desember 2007 sebanyak Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar.
Lalu pada 2009, PT Mobile 8 Telecom menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10,7 miliar yang dinilai semestinya perusahaan tersebut tidak berhak menerima kelebihan pembayaran pajak tersebut.