Liputan6.com, Jakarta - Fitsa Hats kini menjadi viral di media sosial usai sidang kasus dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ahok sempat mengatakan, Novel Chaidir Hasan Bamukmin merasa malu bekerja di Pizza Hut yang dipimpin oleh non-Islam. Demi menghilangkan rasa malu, Ahok menduga Sekjen DPP Front Pembela Islam (FPI) itu mengubah Pizza Hut menjadi Fitsa Hats.
Sedangkan Novel FPI sendiri mengaku tak malu bekerja di Pizza Hut. Kesalahan dari pengetikan Fitsa Hats dia arahkan kepada kepolisian yang mencatat keterangan dari dirinya.
Advertisement
Lalu, siapa yang salah dalam hal ini. Kepolisian atau Novel FPI yang tidak membaca ulang hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersebut.
"Kami tidak ingin melihat siapa yang salah. Yang kami ketahui dan kami dalami adalah, dalam satu proses pemeriksaan, apa yang disampaikan, apa yang ditanyakan kemudian dijawab, itu ditulis dan kemudian dituangkan dalam satu berita acara yang kemudian di print out dan diberikan kepada mereka yang diperiksa," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2016).
Lanjut Martinus, apabila dari proses print out ada yang tidak tepat, maka akan diperbaiki dan dikasih catatatan. Setelah dilakukan perbaikan, maka penyidik akan mem-print out ulang.
Setelah itu, pihak yang diperiksa, dalam hal ini Novel FPI harus melakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum melakukan tanda tangan.
"Artinya, tanda tangan yang disampaikan itu memuat pemahaman bahwa yang menandatangani itu mengerti terhadap apa yang dia tanda tangani terhadap isinya. Dan yang kedua, dia bertanggungjawab terhadap apa yang ditulis penyidik. Apa yang ditulis penyidik adalah bagian yang didengarkan oleh yang diperiksa. Dengan penandatanganan itu dianggap bahwa (BAP) itu sah," kata Martinus.