Liputan6.com, Jakarta Jaringan pedofil internasional mengincar anak-anak melalui dunia maya. Korban kejahatan seksual ini mencapai ratusan anak yang tersebar di sejumlah negara, termasuk di Indonesia.
Di Tanah Air, penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya membongkar kasus pornografi online spesialis anak. Para pelaku terdaftar dalam sebuah grup media sosial di Facebook bernama Official Candy's Group.
"Kita ungkap kejahatan pornografi terhadap anak baik sesama maupun lawan jenis secara online. Dari sini kita tangkap empat orang," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Mochamad Iriawan di kantornya, Jakarta, Selasa 14 Maret 2017.
Advertisement
Empat orang yang ditangkap berprofesi sebagai admin grup sekaligus member. Para pelaku yakni Wawan alias Snorlax (27), Illu Inaya alias DS (24), DF alias TK alias DY (17), dan SHDW alias SHDT (16).
"Pelaku DF ini masih berusia 17 tahun. Tapi korbannya sudah ada 6 anak. Korbannya berusia 3 sampai 8 tahun. Dua di antaranya merupakan keponakannya sendiri, selebihnya tetangganya," beber Iriawan.
Sementara Wawan, yang diketahui sebagai pembuat grup pornografi anak ini telah melakukan kejahatan terhadap dua korban. Masing-masing korbannya masih berusia 8 dan 12 tahun.
"Pengakuannya korban dua orang, tapi masih terus kita dalami," kata dia.
Iriawan membeberkan, sejak dibentuk pada September 2016, Official Candy's Group ini sudah memiliki anggota mencapai 7.000 lebih.
Ada beberapa syarat yang harus diikuti oleh setiap member grup ini. Para member harus aktif mengirimkan gambar atau video perbuatan seksual dengan anak kecil di grup tersebut.
"Kemudian posting video atau gambar porno yang belum pernah di-upload, jadi korbannya bertambah tidak boleh gambar yang sama," ucap Iriawan.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 27 ayat 1 Jo Pasal 45 ayat 1 UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 4 ayat 1 Jo Pasal 29 dan atau Pasal 4 ayat 2 Jo Pasal 30 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Mereka terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Â
Jaringan Internasional
Polisi saat ini terus memburu member lain yang turut melakukan kejahatan seksual terhadap anak. Polisi bahkan telah bekerja sama dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) karena grup ini telah terkoneksi secara internasional.
"Ini terkoneksi secara internasional, di mana banyak member dari Amerika Latin, seperti Peru, Argentina, Meksiko, Chili, Kolombia, Amerika. Nanti kita buka bersama FBI, karena banyak akun yang sudah diblok," kata Iriawan.
Terungkapnya kasus itu membuat Indonesia masih menjadi lokasi strategis praktik menyimpang tersebut.
"Ada 11 jaringan internasional. Semua terjadi di seluruh dunia, dan kita Indonesia masih ladang subur untuk hal ini. Pelaku maupun korban," kata Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu 15 Maret 2017.
Dia menuturkan, pihaknya masih menganalisis para korban pornografi anak itu. Sebab, dari 500 video dan 100 foto perlakuan cabul yang ada di grup Official Candy's tersebut, tidak bisa dengan cepat disimpulkan kesemuanya merupakan warga Indonesia.
"Ini masih kita analisa. Kalian kan nggak bisa lihat wajahnya Asia. Asia mana? Thailand kah, Filipina kah, Indonesia kah, itu harus kita periksa lagi," jelas dia.
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan, untuk sementara polisi sudah menemukan delapan anak yang menjadi korban. Mereka diduga dijadikan objek foto dan video mesum di grup Facebook tersebut.
"Korban ini memang ada potensi bertambah. Saat ini yang sudah teridentifikasi ada delapan. Kenapa perlu kita identifikasi? Sebab di samping ada gambar filmnya, kita harus tahu pelakunya siapa, di mana dilakukan, kemudian korban ditemukan," kata dia.
Keuntungan Finansial
Wahyu Hadiningrat menyatakan, grup Facebook bernama Official Candy's Group, yang diduga sebagai ruang terjadinya kasus pornografi online spesialisasi anak, terkoneksi dengan sejumlah grup Whatsapp dan Telegram.
"Terkait connect antara FB (Facebook) yang ada di kita, kemudian dengan grup lain. Jadi koneksinya itu bukan dari grup ini (saja), langsung connect ke grup lain," ujar Wahyu Hadiningrat di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu 15 Maret 2017.
"Jadi ada admin yang mengatur yang inisial WW itu yang connect-kan. Itu di-connect ke grup WA dan Telegram," dia melanjutkan.
Wahyu menjelaskan, dengan adanya koneksi antara grup Facebook, Whatsapp, dan Telegram, maka komunikasi di antara member dan perputaran video dan foto mesum menjadi lebih praktis. Bahkan, sejumlah grup tersebut merambah ke berbagai negara.
"Nah, jadi di WA dan Telegram ini ada 11 grup lagi yang internasional. Itu yang berbagai macam negara. Peru, Amerika, Argentina, dan sebagainya. Ada satu lokal, sehingga gambar dari sini, admin dia yang kirim ke WA itu," kata dia.
Polisi akan bekerja sama dengan Kominfo untuk mendalami kasus pornografi online itu. Kasus ini harus segera terungkap untuk mencegah bertambahnya jumlah korban kejahatan seksual itu.
Grup Facebook bernama Official Candy's Group yang merupakan rumah dari kasus pornografi online spesialisasi anak, juga mendapatkan keuntungan finansial.Â
"Karena ini virtual, rekening pun virtual, dan bisa dibelanjakan sifatnya virtual juga," tutur Wahyu Hadiningrat.
Uang itu dihasilkan dari setiap video dan foto yang mendapatkan klik like dari para penikmat video cabul itu.Â
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Roberto Pasaribu menambahkan, per klik like yang didapat dari sebuah video ataupun foto yang diunggah di grup Facebook pornografi online tersebut, pengelola akan mendapatkan uang virtual sekitar 15 dolar.
"Itu pembayaran secara elektronik virtual ada Paypal, ada transfer, nah nanti tinggal diubah mau bentuk pulsa. Nah, Telkomsel kan sudah kerja sama itu dengan Paypal dengan ini. Termasuk jalan tol juga melalui pembayaran elektronik," terang Roberto.
Untuk sementara, keuntungan dari empat orang pengelola grup pornografi online spesialisasi anak yang telah ditangkap masih dalam penyelidikan. "Sudah ada dalam bentuk pulsa tapi dalam kapasitas yang masih jauh," tandas Roberto.