Liputan6.com, Jakarta - Direktur PT Java Trade Utama Johanes Richard Tanjaya memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara suap e-KTP. Dalam kesaksiannya, Johanes yang merupakan anggota Tim Fatmawati mengaku pengerjaan proyek e-KTP dilakukan perusahaan yang tidak berbobot.
Tim Fatmawati adalah tim yang berperan membuat proyek e-KTP sampai dengan besaran anggarannya. Tim ini bekerja di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
"Saya nggak mau tiga bendera itu, karena tiga tiganya nggak memungkinkan produksikan ini. Tim itu saya lihat nggak solid. Ini pekerjaan besar tapi dikerjakan tim yang sembarangan," ujar Johanes di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (20/4/2017).
Advertisement
Tiga bendera yang dimaksud Johanes adalah konsorsium Astra Graphia, konsorsium Murakabi, dan Perum PNRI. Johanes mengaku sempat marah kepada pengusaha Andi Narogong karena e-KTP dikerjakan oleh perusahaan yang tak berbobot.
"Saya ingin perusahaannya itu perusahaan yang punya kapasitas. Saya lihat tim percetakannya saja kurang mumpuni. Dia nilainya 60," kata Johanes.
Maka dari itu, Johanes mengaku mundur dan tidak ikut menjadi bagian tiga konsorsium itu. Keputusan mundur dari tim lelang dilakukan sebelum proses lelang berjalan.
"Saya mundur dari tim. Mulai dekati pelelangan saya mundur. Akhirnya dimenangkan oleh PNRI," kata dia.
Meski dia mundur, Andi Narogong tetap meminta Johanes untuk tetap berada dan menjadi bagian dari konsorsium Murakabi.
"Posisi saya sudah mundur. Tapi Andi minta saya mengawasi saja. Saya awasi tim saya. Saya disuruh bantu Murakabi," kata Johanes.
Dalam perkara ini, dua mantan pejabat Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto telah didakwa melakukan korupsi dan merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. KPK juga sudah menetapkan satu tersangka lainnya, yakni Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Sementara Miryam S Haryani, ditetapkan sebagai tersangka karena memberikan keterangan palsu dalam persidangan e-KTP.