Pakar Hukum: Hak Angket Harusnya Terkait dengan Kepatuhan pada UU

Romli memandang, hak angket DPR sejatinya diberikan untuk menguatkan mitra kerja dari pemerintah, termasuk KPK.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 30 Apr 2017, 02:23 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2017, 02:23 WIB
Rapat Paripurna Hak Angket Ahok Berlangsung Sepi
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna DPR RI Ke-18 Masa Sidang III Tahun Sidang 2016-2017, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/2). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Tim Perumus Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Romli Atmasasmita menilai, penggunaan hak angket DPR untuk KPK merupakan tindakan konstitusional. Sebab, dalam konstitusi DPR bisa mengawasi seluruh lembaga, termasuk KPK.

"Kalau menurut saya, hak angket adalah hak konstitusional DPR, Undang-Undang Dasar, Undang-Undang MD3, KPK juga ada undang-undang, semua sama-sama punya undang-undang," kata Romli saat dihubungi, Sabtu (29/4/2017).

Guru besar hukum pidana Unpad ini memandang, hak angket DPR sejatinya diberikan untuk menguatkan mitra kerja dari pemerintah, dalam hal ini KPK. Hak angket yang dimilik DPR adalah yang terkuat dibanding lembaga negara lainnya.

"Hak konstitusional DPR itu yang terkuat sebetulnya jika dibandingkan dengan KPK, karena KPK bukan lembaga konstitusi, dia dibuat untuk memperbaiki polisi dan kejaksaan saat itu. Yang kedua, hak angket DPR itu bisa ke semua lembaga pemerintahan termasuk KPK," jelas Romli.

Dalam menggulirkan hak angket, menurut dia DPR dilandasi beberapa hal. Di antaranya adalah dugaan adanya kelebihan anggaran hasil temuan BPK dan informasi data yang bocor ke publik. Jika didasari hal tersebut, Romli menyatakan maka DPR sangat dibolehkan menggulirkan angket.

"Nah kalau itu bisa, kalau itu boleh, kalau soal anggaran itu di luar proses undang-undang, bukan hukum kan. Harusnya dari awal DPR ngomong hak angket ini ditujukan kepada dugaan penyelewengan anggaran," sebut dia.

Angket Rekaman Miryam

Namun, jika hak angket didasari karena KPK enggan membuka rekaman Miryam S Haryani terkait kasus korupsi e-KTP, karena diduga mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III DPR, hal tersebut menurutnya akan menjadi persoalan.

"Ini soalnya dikaitkan dengan penyadapan oleh pembicaraan Novel Baswedan dengan Miriam S Haryani yang sedikit menjadi persoalan. Mestinya hak angket hanya terkait kepatuhan terhadap undang-undang gitu dong," ujar Romli.

Masih kata Romli, hak angket seyogyanya ditujukan terhadap kinerja lembaga pemerintahan ataupun departemen, kementerian lembaga baik yang namanya KPK itu sangat bisa, dengan contoh adanya dugaan penyelewengan anggaran di KPK.

"Kan BPK, perihal kepatuhan terhadap undang-undang salah kinerja keuangan. Nah jadi jelas hak angket ini disampaikan untuk menilai kepatuhan KPK terhadap undang-undang itu ya, mestinya begitu biar jelas. Jadi boleh DPR itu bertanya tapi harus jelas DPR menyampaikan hak angket untuk mempertanyakan hasil laporan BPK," tegas Romli.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya