Shinta Gus Dur: Pancasila Bukan Hanya untuk Dihafalkan

Pancasila, kata Shinta harus benar-benar diamalkan dalam kehidupan nyata.

oleh Panji Prayitno diperbarui 02 Jun 2017, 07:09 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2017, 07:09 WIB
Panji Prayitno/Liputan6.com
Shinta Nuriyah buka bersama tokoh lintas agama di Cirebon

Liputan6.com, Cirebon - Istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Shinta Nuriyah menyampaikan pandangannya tentang kondisi negara dan Pancasila. Menurut dia, kondisi negara saat ini sangat mengkhawatirkan.

Terlihat dari sejumlah kejadian yang menimpa NKRI hingga melunturkan Bineka Tunggal Ika.

"Seperti yang Anda lihat. Apalagi, setelah terjadi pengeboman, menurut saya tidak hanya meresahkan tapi mengkhawatirkan," ujar Shinta di acara buka puasa bersama tokoh lintas agama di Cirebon, Jawa Barat, 1 Juni 2017.

Dari rangkaian kejadian tersebut, dia meminta seluruh elemen masyarakat untuk menggali kembali nilai-nilai Pancasila, kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Shinta, Pancasila bukan hanya untuk dihafalkan atau dipajang di dinding rumah, melainkan juga harus diamalkan dalam kehidupan nyata.

"Karena Pancasila dirumuskan oleh pendiri menyesuaikan adat dan budaya masyarakat Indonesia. Jadi semuanya sudah tercantum dalam Pancasila itu sendiri. Sudah pas sekali kalau Pancasila jadi dasar negara, falsafah, dan pegangan hidup untuk berbangsa dan bernegara," ujar Shinta.

Terkait kondisi negara saat ini, Shinta melihat sikap saling membenci, menghujat, dan saling menyalahkan atas dasar agama menunjukkan bahwa keberagamaan di Indonesia baru sebatas kulitnya saja.

"Belum merasuk ke dalam hati nuraninya. Keberagamaan juga harus dipertajam, dipertebal keimanannya. Dengan berpegang pada ajaran agama dan diharapkan tidak gampang diprovokasi," tutur Shinta.

Dalam memperingati hari lahir Pancasila, istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid menggelar buka puasa bersama tokoh lintas agama di Cirebon.

Pantauan di lokasi, ratusan masyarakat dari berbagai kalangan dan tokoh agama pun hadir, mulai dari Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, hingga Konghucu. 

"Saya merasa gembira. Ini merupakan acara buka puasa di Cirebon ke sekian kalinya," ucap dia.

Kata Shinta, puasa mengajarkan cara berbangsa dan bernegara yang baik. Dengan berpuasa, manusia bisa merasakan kesulitan yang dialami kaum duafa dan bisa menjaga sikap.

"Tiap Ramadan juga saya rutin menggelar sahur dan buka puasa dengan kaum duafa, marjinal, dan orang terpinggirkan dan lintas agama," kata Shinta.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya