Liputan6.com, Jakarta - Bengkulu rupanya menjadi provinsi yang disorot tajam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, selama ini lembaga antirasuah itu terus mengawasi provinsi yang terletak di bagian barat daya Pulau Sumatera tersebut.
Hasilnya, KPK menangkap tangan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya Lily Martiani Maddari dalam operasi senyap.
Selain Bengkulu, KPK juga menyoroti 6 provinsi lain. "Salah satu memang Bengkulu yang diperhatikan. Tapi kalau informasinya yang ada tentang Bengkulu, ya Bengkulu dulu (yang didalami)," kata Laode di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Advertisement
Saat ini KPK memiliki pilot province. Setidaknya ada 6 provinsi yang terus diawasi KPK secara intensif. Namun, prioritas ini tak berarti KPK mengendurkan pengawasan di provinsi lain.
"Ya kebetulan di Bengkulu, tapi detailnya nanti malam atau besok mungkin," ucap Laode.
Selain Ridwan Mukti dan istrinya, KPK juga menangkap tiga orang lainnya yang diduga terlibat tindak pidana korupsi.
Dalam operasi tersebut, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK menyita sejumlah uang pecahan rupiah dalam satu kardus, yang diduga uang suap.
"Diduga ada transaksi yang terjadi antara pihak swasta dan pihak terkait penyelenggara negara setempat. Tim juga mengamankan sejumlah uang dalam mata uang rupiah di dalam satu kardus," kata dia.
KPK pun langsung menerbangkan kelimanya ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Bersama Ridwan dan Lily, penyidik juga mengamankan tiga orang lainnya, salah satunya Rico Diansari.
Rico diketahui merupakan pemilik PT Rico Putra Selatan yang juga merupakan Bendahara Partai Golkar Daerah Bengkulu. Rico diduga sebagai pihak perantara dalam perkara suap proyek jalan ini.
"Pihak perantara yang kami amankan, yang merupakan bendahara dari salah satu partai politik di sana," ujar Febri.
Perusahaan milik Rico sempat mengerjakan sejumlah proyek jalan di wilayah Bengkulu. Salah satu proyek yang dikerjakan di Kabupaten Seluma, dengan nilai anggaran mencapai Rp 8 miliar.
Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan suap yang diduga menjerat Gubernur Bengkulu dan istri terkait proyek jalan.
"Itu kayaknya peningkatan jalan. Suap mungkin. Tapi saya belum dengar, saya baru dikabarin lewat telepon," kata Agus di Gedung PTIK, Jakarta Selatan.
Pihak KPK kini memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status hukum bagi Ridwan Mukti, Lily, Rico dan dua orang lainnya yang kini tengah menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK.
Ironi Kemiskinan Bengkulu
Pada Maret 2017, Ridwan Mukti pernah mengatakan bahwa daerahnya adalah provinsi yang sangat miskin.
Gubernur kelahiran Lubuk Linggau ini dikenal kerap blusukan, pernah mengibaratkan provinsi yang dipimpinnya adalah provinsi termiskin di wilayah barat Indonesia.
"Kami ini miskin, ibaratnya daerah timur yang ada di wilayah Indonesia bagian barat," ungkap Ridwan, saat membuka secara resmi Rapat Koordinasi Nasional (rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam rangka hari penyiaran ke-84 di Kota Bengkulu, Jumat, 31 Maret 2017.
Angka kemiskinan di Bengkulu, kata Ridwan, tercatat sebesar 18 persen. Parahnya ada dua kabupaten yang saat ini, angka kemiskinannya sudah mencapai 24 persen. Artinya setiap empat orang di kabupaten itu, ada satu orang warga yang miskin.
Sebanyak 653 desa masih berkubang dengan lumpur karena belum tersentuh infrastruktur dasar berupa akses jalan yang memadai. Puluhan desa masih gelap gulita karena tidak teraliri listrik.
Kondisi ini juga membuat para guru tidak mau mengajar di daerah yang terpencil. Bengkulu merupakan potret ketimpangan pembangunan Indonesia yang saat ini fokus kepada pembangunan di kawasan Indonesia bagian timur.
"Harus ada campur tangan pemerintah pusat. Kami akui masih menjadi beban bagi negara, tetapi kami berjanji beberapa tahun lagi, kami pasti bisa memberikan sesuatu untuk Indonesia," kata Ridwan Mukti.
Lalu berapa kekayaan Ridwan Mukti?
Berdasarkan penelusuran di laman acch.kpk.go.id Ridwan Mukti terakhir melaporkan harta kekayaan pada 1 Juli 2015. Tercatat Ridwan memiliki kekayaan senilai Rp 10.324.830.363.
Harta tersebut terdiri dari harta yang tidak bergerak sebesar Rp 5.762.566.000 dalam bentuk tanah dan bangunan yang tersebar di beberapa wilayah seperti Jakarta Selatan, Bekasi dan Sleman.
Sementara harta yang bergeraknya terdiri dari kendaraan pribadi jenis BMW 5201 keluaran tahun 2003 dan Toyota Alphard keluaran tahun 2011.
Ridwan juga memiliki peternakan 50 sapi dengan nilai Rp 75 juta. Ketua DPD Partai Golkar itu juga tercatat memiliki giro senilai Rp 2.702.264.363.
Advertisement
Pesan KPK yang Diabaikan
Yang lebih ironis, dulu, KPK pernah meminta Ridwan Mukti untuk tetap semangat membangun kesejahteraan sosial di daerah ini tanpa korupsi. Sebab, banyak pihak yang berkepentingan di dalam proses pembangunan yang dikendalikan pemerintah di daerah.
"Saya minta Gubernur Bengkulu jangan capai membangun kesejahteraan sosial tanpa korupsi," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam koordinasi dan supervisi tata kelola pemerintahan di Bengkulu, Rabu 21 September 2016.
Saut mengibaratkan mengelola pemerintahan ibarat memimpin sebuah orkestra. Semua orang yang terlibat harus memainkan irama yang sama.
Kondisi ini tentu saja sangat dimungkinkan terjadi distorsi, sebab tidak semua orang mampu melakukan penyesuaian dan mengikuti irama yang diinstruksikan sang pemimpin.
"Distorsi terjadi di mana-mana, yang penting sekarang adalah action, setelah itu baru muncul inspirasi, planing dan inovasi," kata Saut.
OTT Lain di Bengkulu
Sebelum operasi tangkap tangan (OTT) kepada Ridwan Mukti, KPK sebelumnya telah melakukan OTT pada jaksa di Bengkulu. Penangkapan itu terjadi pada 9 Juni 2017 dini hari.
Parlin Purba selaku Kasi III Intel Kejati Bengkulu ditangkap terkait kasus proyek-proyek di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera 7 Bengkulu.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka. Selain Parlin Purba, mereka adalah Amin Anwari selaku pejabat pembuat komitmen, dan Murni Suhardi selaku Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo.
"Kasus berkaitan dengan proyek-proyek di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera 7 Bengkulu," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan, Amin Anwari dan Murni Suhardi memberi suap kepada Parlin Purba berkaitan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan Balai Wilayah Sungai tahun 2015-2016. "Dari tangan tersangka, penyidik berhasil mengamankan uang sebesar Rp 10 juta," kata Basaria.
Selaku pemberi suap, Amin Anwari dan Murni Suhardi dijerat Pasal 5 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebagai pihak yang diduga penerima, Parlin Purba diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tak hanya Parlin Purba, KPK juga membidik jaksa lainnya yang turut terlibat dalam kasus sejumlah proyek di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Bengkulu tahun 2015-2016.
Saksikan video berikut ini:
Advertisement