Fahri Hamzah: Pansus Angket Itu Lembaga Penyelidikan Tertinggi

Maka DPR bisa menggunakan kewenangannya apabila ada lembaga pemerintah lainnya yang tidak mau diawasi.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 22 Jun 2017, 18:06 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2017, 18:06 WIB
20160404-Fahri-Hamzah-Jakarta-JT
Fahri Hamzah memberikan keterangan pers terkait pemecetan dirinya (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut jika hak angket yang dimiliki Parlemen haruslah ditaati. Sebab, hak angket merupakan lembaga penyelidikan tertinggi.

"Terkait angket sendiri adalah hak yang letaknya di Undang-undang 1945 konstitusi negara bukan sekadar undang-undang, artinya angket adalah lembaga penyelidikan tertinggi di negeri kita ini, jadi sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan kita karena itulah harus wibawanya ditaati dan diikuti sebagai pengawas tertinggi," ujar Fahri di Jakarta, Kamis (22/6/2017).

Oleh karena itu, lanjut dia, saat ini DPR haruslah memulai tradisi untuk mendisiplinkan pejabat negara yang berhubungan dengan Parlemen. "Karena DPR sebagai lembaga pengawas tertinggi harus memiliki wibawa pengawasan," kata dia.

Dengan begitu, sambung Fahri, maka DPR bisa menggunakan kewenangannya apabila ada lembaga pemerintah lainnya yang tidak mau diawasi.

"Kalau ada gejala lembaga pemerintah ini tidak mau diawasi, atau menolak diawasi maka harusnya DPR gunakan kewenangan yang besar itu untuk menyadari bahwa diawasi DPR itu perintah konstitusi," pungkas Fahri.

Sebelumnya, KPK menolak mendatangkan Miryam S Haryani, tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP yang dipanggil oleh Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket. Penolakan tersebut membuat DPR menyampaikan jika KPK menolak untuk mendatangkan Miryam memenuhi panggilan Pansus Hak Angket hingga tiga kali, maka Miryam bisa dijemput paksa dengan bantuan kepolisian.

Namun, kepolisian sendiri sudah menolak untuk menjemput paksa Miryam sesuai permintaan DPR. Hal ini disampaikan langsung oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

"Kalau ada permintaan dari DPR (jemput paksa) saya sampaikan kemungkinan besar tidak bisa dilaksanakan," kata Tito.

Menurut Tito, tidak ada landasan yang melegalkan Polri untuk menjemput paksa seseorang demi kepentingan Pansus DPR. Terlebih itu menyangkut kasus yang tengah ditangani KPK.

"Ada hambatan hukum, sekali lagi hukum acara. Ada kerancuan hukum," terang Tito.

 

 

 

 

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya