Yudi Latif Akan Rangkul Semua Kelompok Masuk ke Pancasila

Kepala UKP-PIP Yudi Latif mengatakan, agama dan Pancasila tidak bisa dibandingkan satu sama lain.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 05 Jul 2017, 20:25 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2017, 20:25 WIB
Jokowi  Lantik Dewan Pengarah dan Kepala UKP Pembinaan Ideologi Pancasila
Kepala Dewan Pengarah dan Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif saat dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/6). (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Unit Kerja Presiden Pembicaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) langsung berhadapan dengan berbagai masalah penurunan nilai Pancasila di tengah masyarakat ketika dibentuk. Salah satunya, meredam bahkan menghilangkan pembenturan antara agama dengan Pancasila.

Kepala UKP-PIP Yudi Latif mengatakan, agama dan Pancasila tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Keduanya merupakan dua hal berbeda yang saling mengisi.

"Seolah-olah Pancasila dihadapkan dengan agama, seolah-olah apple to apple, seolah-olah agama dan Pancasila itu kategori yang sama. Padahal saya sering katakan Pancasila dan agama satu hal yang berbeda tidak bisa dibandingkan," kata Yudi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/7/2017).

Yudi mengibaratkan, agama sebagai sebuah menara yang menjulang tinggi atau vertikal. Setiap menara diisi oleh pemeluk agama masing-masing.

Setiap penghuni menara tentu harus berkomunikasi dengan penghuni menara lainnya. Karena itu, mereka butuh jembatan. Pancasila inilah yang menjadi jembatan bagi para penghuni menara untuk berkomunikasi dengan penghuni menara lainnya.

"Artinya, Pancasila memang tidak bertentangan dengan agama bahkan nilai agama pada Pancasila pun diekstraksikan dari nilai agama. Tetapi Pancasila bukan agama itu sendiri," ujar Yudi.

Yudi menilai, saat ini banyak warga yang tidak mengerti sepenuhnya hubungan antara agama dengan Pancasila. Mereka yang dikesankan sebagai anti-Pancasila sebenarnya tidak berarti seperti itu. Bisa saja mereka tidak mengerti sepenuhnya tentang konsep ini.

"Pendekatan kita sebenarnya pendekatan merangkul karena bisa jadi orang itu menolak Pancasila barang kali miss persepsi, barang kali belum sepenuhnya memahami," imbuh dia.

Miss persepsi ini bisa disebabkan beberapa faktor. Yang biasa terjadi di Indonesia, miss persepsi terjadi karena adanya oral tradition. Oral tradition adalah pandangan yang berasal dari mulut ke mulut tanpa dapat dipertanggungjawabkan.

Hanya saja, masyarakat malah menanggap informasi itu sepenuhnya benar. Kemudian dilanjutkan dengan mengkritik pihak lain dengan informasi yang belum pasti kebenarannya itu.

Memang butuh waktu panjang untuk terus memberikan klarifikasi terhadap hal-hal seperti ini. Karena itu, dia akan terus merangkul bukan membuat jurang yang semakin lebar.

"Nanti terus terang kami akan mendatangi kelompok apapun dengan tanpa prasangka. Karena semangat kami merangkul semua kelompok masuk ke rumah bersama Pancasila itu," ucap Yudi.

 

 

 

 

 

 

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya