NU, Muhammadiyah, dan MUI Dilibatkan dalam Program Deradikalisasi

Dalam kesempatan yang sama, Yenny Wahid mengungkapkan peran masyarakat penting untuk menangkal paham radikalisme.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jul 2017, 13:58 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2017, 13:58 WIB
Kepala BNPT Suhardi Alius
Kepala BNPT Suhardi Alius (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius menyatakan ada dua cara yang tengah dilakukan pihaknya dalam menghadapi kelompok radikalisme. Cara itu guna menurunkan tingkat pengaruh radikalisme tersebut.

"Program deradikalisasi untuk menurunkan tingkat radikalisasi dengan melibatkan NU, Muhammadiyah dan MUI. Selain itu juga dengan melibatkan psikolog," ujar Suhardi usai diskusi bertema 'Radikalisme di Timur Tengah dan Pengaruhnya di Indonesia', yang digelar BARA UI di Jakarta, Sabtu 22 Juli 2017.

Dalam acara tersebut hadir pembicara lain. Mereka adalah Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid, dan juga akademisi, Prof Sumanto Al Qurtuby.

Dalam pemaparannya, Yenny mengungkapkan peran masyarakat penting untuk menangkal paham radikalisme. Mereka harus berani mengingatkan bahaya radikalisme.

"Tanpa peran aktif masyarakat, akan susah menangkal radikalisme. Saya harapkan ada gerakan juga di masyarakat sipil untuk memastikan ruang publik tidak dikuasi oleh mereka yang intoleran, radikal. Masyarakat harus ikut, tak hanya mengatakan ini tugas pemerintah, ini tugas aparat. Tidak bisa," jelas Yenny.

Di tempat yang sama, pengajar di King Fahd University, Arab Saudi, Sumanto Al Qurtuby, mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak terpengaruh dengan situasi konflik di Timur Tengah.

Sebab, kata Sumanto, konflik di Timur Tengah sebetulnya tidak terkait keagamaan seperti yang dipersepsikan masyarakat Indonesia selama ini, melainkan lebih karena perebutan kekuasaan atau politik.

Karena itu, kata dia, jangan memaknai konflik di Timur Tengah sebagai konflik agama.

"Indonesia jangan terpengaruh ke sana. Itu semata-mata karena politik," ucap Sumanto yang juga mengajar di National University Singapura.

Sumanto menjelaskan, di Timur Tengah, kelompok Sunni dan Syiah hanya merupakan faksi, dan keduanya tidak saling memerangi. Sebaliknya keduanya berperang melawan kelompok radikal.

Saksikan video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya