Cerita Kapolri Turunkan Senjata OPM dengan Buku

Kapolri Tito mengatakan, polisi tak selalu memerlukan kekuatan fisik untuk mengelola kekuasaan.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 10 Agu 2017, 19:20 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2017, 19:20 WIB
Kapolri Lantik Enam Kapolda Baru
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan Sambutan saat acara pelantikan perwira tinggi kepolisian di Mabes Polri, Jakarta, Jum'at (28/4). Hari ini Kapolri resmi melantik 6 Kapolda Baru dan Kepala Divisi Humas Mabes Polri. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian memiliki cerita menarik soal buku. Hal itu disampaikan saat meresmikan Pojok Baca di Satpas SIM Ditlantas Polda Metro Jaya, Daan Mogot, Jakarta Barat.

Bagi Tito, pembuatan ruang baca tidak hanya dimaksudkan untuk meningkatkan minat baca anggota Polri dan masyarakat umum. Lebih dari itu, buku dapat dijadikan senjata khusus untuk merebut hati masyarakat.

"Saya pikir ini adalah soft weapon, senjata lunak dari para polisi. Senjata kerasnya adalah pistol. Kami perlukan soft weapon untuk menangani publik," ujar Tito di lokasi, Daan Mogot, Jakarta Barat, Kamis (10/8/2017).

Tito mengatakan, polisi tak selalu memerlukan kekuatan fisik untuk mengelola kekuasaan. Polisi harus mengedepankan cara-cara humanis dalam rangka memberikan pelayanan masyarakat.

"Karena polisi adalah sosok yang ambivalen. Suatu saat dibenci, tapi dia juga dirindukan dan dicari," kata dia.

Tito pernah merasakan bagaimana kekuatan buku saat menghadapi masyarakat. Apalagi yang dihadapi bukan masyarakat sembarangan, melainkan mereka yang telah tergabung dalam kelompok separatis, Organisasi Papua Merdeka (OPM).

"Di Puncak Jaya ada OPM, mereka serang Polri dan TNI pakai senjata. Kami kirim pasukan, Brimob untuk menjaga dan mengejar. Tapi tetap enggak clear," ucap dia.

Kapolri meresmikan Pojok Baca Polda Metro

Bahkan aksi kelompok separatis tersebut semakin menjadi-jadi. Mereka membakar sekolah-sekolah. Hingga tak ada lagi guru yang berani mengajar di wilayah Puncak Jaya, Papua. Hanya ada aparat Polri-TNI yang siaga di sana.

Namun saat itu ada salah satu anak buah Tito yang memiliki ide cemerlang. Dia melihat begitu banyak anak-anak anggota OPM yang menganggur dan tak terurus di rumahnya.

"Kita buat aula di tempat sekolah yang terbakar. Kemudian Brimob daripada nganggur dan ngelamun, kita kasih kegiatan untuk mengajar, karena guru nggak ada," kata Tito.

Polri kemudian mengirimkan buku-buku bagus untuk anak-anak Puncak Jaya. Setiap hari mereka belajar bersama anggota Brimob dan TNI. Seiring berjalannya hari, jumlah anak-anak yang belajar bersama anggota Polri dan TNI terus bertambah hingga seratusan orang.

"Bahkan ibunya datang nemenin, nganter. Istri anggota OPM ini. Datang mereka nganterin anaknya. Brimob ini ingat anak-anaknya di rumah, sehingga diperlakukan seperti anaknya sendiri," ujar mantan Kapolda Papua itu.

Rutinitas tersebut pun akhirnya terpantau oleh kelompok OPM. Bahkan berkembang isu positif agar para anggota kelompok separatis ini tak lagi menyerang dan menembaki aparat Polri dan TNI.

"Mereka bilang, 'kalau kita serang, yang ngajar anak kita siapa'. Akhirnya terjadi suasana positif. Lama itu tak terjadi peristiwa penembakan, karena bapaknya dilarang sama ibunya, jangan nembakin Brimob itu. Dia ngajarin anak-anak kita. Akhirnya kegiatan dan suasana aman," ucap Tito.

Dari situ Tito melihat betapa dahsyatnya kekuatan buku. Bahkan kekuatan buku dianggap lebih powerfull ketimbang senjata api. Bisa dijadikan sebagai soft weapon untuk mendekatkan masyarakat.

"Ini banyak manfaat, selain untuk membangun minat baca bagi polisi, ini sarana mendekat ke publik dengan cara humanis," tandas Tito Karnavian.

 

Saksikan video di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya