Liputan6.com, Jakarta - Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengimbau masyarakat muslim Indonesia untuk hati-hati menyikapi krisis kemanusiaan yang dialami komunitas muslim Rohingya di Myanmar. Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mensinyalir ada indikasi "pemelintiran" isu.
"GP Ansor sangat marah, bahwa ada manusia yang sangat kejam terhadap manusia yang lain. Namun yang perlu digarisbawahi, kita, muslim Indonesia, tidak boleh salah dalam melihat atas apa yang sebenarnya terjadi di Rohingya," katanya usai menghadiri Konfercab GP Ansor Cabang Tulungagung di Tulungagung, seperti dilansir Antara, Minggu 3 September 2017.
Baca Juga
Yaqut yang juga anggota Komisi III DPR RI menyatakan saat ini ada beberapa pihak yang berusaha "menggoreng" seolah-olah isu Rohingya semata-mata masalah agama.
Advertisement
"Tidak seperti itu sebenarnya, menurut kajian kami. Jadi Gerakan Pemuda Ansor ini sudah melakukan kajian yang serius atas apa yang terjadi di Rohingya," katanya.
Hasil dari kajian GP Ansor, papar dia, tidak murni persoalan berlatar agama. Konteks agama itu berkelindan dengan variabel ekonomi. Ia meyoroti potensi tambang minyak dan gas yang sangat masif.
"Jadi bukan hanya persoalan yang terkait dengan keagamaan. Itu hanya 'cover' (permukaan) saja menurut kajian kami," katanya.
Besarnya potensi tambang minyak dan gas bumi di negara bagian Rakhine, yang didiami sebagian besar komunitas muslim Rohingya, itulah yang kemudian menarik minat banyak perusahaan multinasional saling berebut.
"Banyak sekali negara yang terlibat di sana. Jadi analisa kami, GP Ansor, konflik Rohingya ini lebih terkait perebutan 'resources', bukan melulu sentimen agama," katanya.
Situasi tersebut diperburuk kondisi politik dalam negeri Myanmar yang belum sempurna melakukan transisi demokrasi.
"Pemerintah Myanmar ini butuh modal besar untuk eksplorasi, setidaknya untuk menambah luasan lahan eksplorasi," ujar Yaqut.
Yaqut secara khusus mengimbau kepada masyarakat muslim Tanah Air yang berempati dan berniat menyalurkan bantuan, terutama dalam bentuk uang ataupun bantuan bahan kemanusiaan lain agar penyalurannya dilakukan secara tepat, melalui wadah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:
Aksi Nyata
Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun menyesalkan aksi kekeraan yang terjadi di Rakhine, Myanmar. Ia mengatakan perlu tindakan nyata untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang dialami suku Rohingnya.
"Perlu sebuah aksi nyata bukan hanya pernyataan kecaman-kecaman. Dan pemerintah berkomitmen terus untuk membantu mengatasi krisis kemanusiaan, bersinergi dengan kekuatan masyarakat sipil di Indonesia dan juga masyarakat internasional," katanya dalam pernyatan pers di Istana Negara, (3/9/2017).
Jokowi menugaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjalin komunikasi intensif dengan berbagai pihak. Di antaranya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Komisi Penasihat Khusus Untuk Rakhine State, Kofi Annan.
Sore ini Menteri Luar Negeri berangkat ke Myanmar. Kepergian Retno meminta pemerintah Myanmar agar menghentikan dan mencegah kekerasan dan memberikan akses bantuan kemanusiaan.
"Penanganan kemanusiaan aspek konflik tersebut, pemerintah telah mengirim bantuan makanan dan obat-obatan. Ini di bulan Januari dan Februari sebanyak 10 kontainer," tambah Jokowi.
Sebelumnya, pemerintah Indoensia juga telah membangun sekolah di wilayah Rakhine. Sebuah rumah sakit akan mulai dibangun Oktober mendatang di tempat yang sama.
Advertisement