Kasus Bayi Debora, KPAI Minta Pemerintah Bentuk Badan Pengawas RS

Sosialisasi Badan Pengawas RS ini juga perlu dilakukan, terutama di tiap kota dan kabupaten.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 13 Sep 2017, 14:23 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2017, 14:23 WIB
KPAI Minta Pemerintah Bentuk Badan Pengawas RS
KPAI Minta Pemerintah Bentuk Badan Pengawas RS (Liputan6.com/Hanz Salim)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah untuk segera membentuk Badan Pengawas Rumah Sakit menyusul kasus meninggalnya bayi Debora Simanjorang di RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu.

Komisioner KPAI Retno Listriarti mengatakan, pembentukan Badan Pengawas RS ini guna menampung aduan dari masyarakat terutama terkait pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai.

"Dengan badan pengawas ini masyarakat bisa mengadu. Badan ini bisa juga turut membantu masyarakat dan membangun pengawasan sistem bersama. Jadi keluarga pasien bisa mendapat pelayanan gawat darurat dengan semestinya," kata Retno di kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2017).

Kemudian, sosialisasi Badan Pengawas RS ini juga perlu dilakukan, terutama di tiap kota dan kabupaten, sehingga masyarakat bisa mengetahui adanya badan pengawas ini.

"KPAI mendorong pemerintah sosialisasikan tentang badan pengawas RS di tiap kota dan kabupaten," ucap dia.

Menurut Retno, seharusnya seluruh RS baik swasta maupun milik pemerintah wajib memiliki fungsi sosial. Artinya, tiap RS wajib memberikan layanan gawat darurat kepada pasien.

"RS harus punya fungsi sosial. Itu wajib memberikan layanan gawat darurat tanpa uang muka," tambah Retno.

Tak hanya itu, KPAI juga merekomendasikan pemerintah untuk merevisi Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

"Kami lihat dalam Perpres tersebut masih ada blind spot," tandas Retno.

Saksikan video di bawah ini:

Polisi Turun Tangan

Sebelumnya, Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres buka suara mengenai kasus bayi Tiara Deborah Simanjorang, anak perempuan Henny Silalahi yang meninggal dunia pada Minggu, 3 September 2017, sebelum sempat dimasukkan ruang PICU RS Mitra Keluarga Kalideres.

Disebutkan, Henny Silalahi merasa apa yang dilakukan RS Mitra Keluarga Kalideres dengan menolak memasukkan Debora ke dalam ruang PICU sebelum ada uang Rp 11 juta, telah membuat nyawa anak perempuannya itu melayang.

Saat ini, penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya tengah menyelidiki kasus kematian bayi Debora lias Debora di RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat. Polisi tengah mencari unsur pidana dalam perkara tersebut.

Polisi bakal menjerat pihak Rumah Sakit dengan Pasal 190 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, jika terbukti melakukan kesalahan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, polisi akan menjerat pihak rumah sakit dengan UU Kesehatan setelah penyidik mendapatkan keterangan saksi dan barang bukti yang cukup. Saat ini, kasus tersebut masih diselidiki.

"Nanti kami lihat dulu fakta-fakta hukum di lapangan apakah unsurnya (tindak pidana) memenuhi atau tidak," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa kemarin.

"Nanti kami akan kenakan Pasal 190 UU Kesehatan, berarti dia membiarkan pasien yang harus segera ditangani yang sedang sakit berat," sambung dia.

Pasal 190 ayat 1 dan 2 UU Kesehatan menyebutkan, pimpinan pelayanan kesehatan dan atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan, yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat, dapat dipidana dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya