Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menolak menjadi saksi meringankan terkait kasus merintangi penyidikan e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Nama Agung Laksono sebagai saksi meringankan diajukan Fredrich Yunadi, tersangka kasus tersebut.
"Di dalam saya menyatakan saya tidak bersedia menjadi saksi yang menguntungkan bagi saudara Fredrich Yunadi," ujar Agung di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2018).
Agung mengaku dirinya tidak mengenal bekas pengacara Setya Novanto itu. Menurut dia, Fredrich mengajukannya sebagai saksi meringankan karena Agung berada di RS Medika Permata Hijau usai Setya Novanto mengalami kecelakaan pada 16 November 2017 lalu.
Advertisement
"Saya tidak mengenal beliau, saya baru kenal itu malam itu saja ketika saya menjenguk pak Setya Novanto. Saya mengenal (Fredrich) justru saat hanya membesuk ketemu di sana sekitar tanggal 16 November hari Kamis malam jam 23.00, hanya kenal di situ," jelas Agung.
Mantan Ketua DPR RI itu enggan terlibat dalam kasus yang menjerat Fredrich. Kendati begitu, Agung menyebut saat membesuk, saat itu Setnov dalam keadaan tidur.
"Memang saya akui, saya datang ke sana. Tapi saya tidak bersedia dalam status sebagai saksinya yang menguntungkan pak Fredrich, artinya saya tak mengenal, tak mengetahui dan tak ingin terlibat dalam perkara ini," jelasnya.
Halangi Penyidikan Kasus E-KTP
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Fredrich dan dokter Bimanesh sebagai tersangka atas dugaan menghalang-halangi penyidikan Setya Novanto.
KPK menduga data medis terdakwa kasus e-KTP, Setya Novanto, dimanipulasi. Ini yang menjadi dasar bagi KPK menetapkan mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, dan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, sebagai tersangka.
Menurut dia, skenario ini disusun untuk menghindari pemeriksaan Setya Novanto oleh penyidik KPK.
Selain itu, KPK memastikan bahwa mantan Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi memesan satu lantai di RS Medika Permata Hijau sebelum Setnov mengalami kecelakaan. KPK mengaku memiliki bukti terkait pemesanan tersebut.
Fredrich dan Bimanesh disangka melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saksikan video di bawah ini:
Â
Advertisement