Menkumham Persilakan Masyarakat Gugat UU MD3 ke MK

Yasonna menjelaskan, di negara manapun sebagai pemenang Pemilu pasti masuk dalam unsur pimpinan dewan.

oleh Ika Defianti diperbarui 13 Feb 2018, 01:03 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2018, 01:03 WIB
DPR Sahkan Revisi Undang-Undang MD3
Menkumham Yasonna Laoly menyerahkan pandangan akhir pemerintah soal RUU MD3 kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon saat Rapat Paripurna Pengesahan RUU MD3 menjadi UU, Jakarta, Senin (12/2). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) telah disahkan oleh anggota dewan saat rapat paripurna.

Sempat terjadi aksi walk out dari dua fraksi yakni Nasdem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Lantaran, beberapa pasal dalam UU MD3 dinilai penuh kontroversial.

Salah satunya yakni Pasal 122 tentang tugas dan fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Pada Pasal 122 huruf k menyebut "dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A, Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas: mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang, perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan bila masyarakat tidak setuju dengan UU MD3 yang disahkan, dapat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Artinya, kalau tidak setuju iya sudah. Merasa melanggar hak, ada MK," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2018).


8 Fraksi Setuju

DPR Sahkan Revisi Undang-Undang MD3
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laolly menghadiri Rapat Paripurna Pengesahan RUU MD3 menjadi UU, Jakarta, Senin (12/2). Rapat Paripurna DPR resmi mengesahkan RUU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD menjadi Undang Undang. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, penambahan pimpinan DPR, MPR, dan DPD dalam UU MD3 bukan bentuk pemborosan keuangan. Apalagi itu berlaku kurang lebih 1,5 tahun.

"Ini hanya sampai 2019," kata Yasonna.

Penambahan pimpinan kata dia, sekaligus bentuk respons dari dinamika politik tentang perlunya keadilan representasi pimpinan dewan.

"Dulu pembahasan MD3 itu bisa dikatakan agak tidak akomodatif. Kewenangan Baleg saja dipangkas, mungkin karena buru-buru sesudah hasil pemilu, jadi kurang dalam," kata Yasonna

Yasonna, di negara manapun sebagai pemenang Pemilu pasti masuk dalam unsur pimpinan dewan. Sehingga nantinya saat kepemimpinan 2019-2024 akan kembali pada sistem lama.

"Nanti 2019 kembali ke asas proporsionalitasnya kembali ke sistem lama," ujar politikus PDI Perjuangan ini.

Sebelumnya, ada delapan fraksi yang menyetujui disahkannya UU MD3 itu yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN)) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Saat pengesahan itupun diwarnai aksi walk out dari rapat paripurna yaitu Partai Nasdem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menginginkan adanya penundaan penggesahan dan pengambilan keputusan tingkat dua.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya