Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP Setya Novanto menyebut Menko PMK Puan Maharani menerima uang US$ 500 ribu saat menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR. Saat dikonfirmasi, Puan mengaku tidak pernah membahas proyek e-KTP saat masih menjadi anggota dewan.
"Saya enggak pernah membahas. Berkaitan dengan itu waktu itu Fraksi PDIP sebagai perpanjangan tangan partai merupakan satu-satunya fraksi di luar pemerintah ini," kata Puan Maharani di Kantor Menko PMK, Jakarta Pusat, Jumat (23/3/2018).
Dia menjelaskan, proyek e-KTP adalah kebijakan pemerintah pada masa Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
Advertisement
"Ini betul-betul suatu kebijakan yang diusulkan oleh pemerintah pada saat itu. Jadi kalau memang semua hal yang berkaitan dengan hal-hal yang di DPR tentu saja ada tapi saya enggak pernah ikut berbicara tentang masalah e-KTP," kata Puan.
Nama Puan Maharani disebut oleh terdakwa Setya Novanto saat pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Kamis, 22 Maret 2017. Novanto juga mengakui adanya realisasi pemberian uang ke sejumlah pihak, termasuk Komisi II DPR dan Ketua Fraksi.
Jatah
Adanya realisasi tersebut diketahui Novanto dari Made Oka saat berkunjung ke kediamannya bersama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Saat itu, Made mengatakan jatah untuk orang-orang di DPR telah dieksekusi. Uang korupsi tersalur melalui Andi dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Setya Novanto.
"Untuk Komisi II, Pak Chairuman sejumlah US$ 500 ribu dan untuk Ganjar sudah dipotong oleh Chairuman dan untuk kepentingan pimpinan Banggar sudah sampaikan juga ke Melchias Mekeng US$ 500 ribu, Tamsil Linrung US$ 500 ribu, Olly Dondokambey US$ 500 ribu, di antaranya melalui Irvanto," ujarnya merinci.
"Ada juga ke Pramono Anung dan Puan Maharani US$ 500 ribu," imbuhnya.
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Advertisement