Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto akan menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018). Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan keputusan soal permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Novanto siap dibacakan penuntut umum.
Saut menegaskan pihaknya akan bersikap adil dalam menghukum para koruptor. Pengabulan JC dilihat dari apakah Setya Novanto selama proses persidangan telah bersikap kooperatif, mengakui perbuatannya, serta membuka keterlibatan pihak lain.
"Dari proses persidangan selama ini, jaksa penuntut pastilah sudah punya ketetapan pikiran seperti apa tuntutan. Pada bagian lain Pimpinan KPK juga menurut UU juga penuntut, jadi semua juga punya pandangan tentang seperti apa yang akan dibebankan," kata Saut saat dikonfirmasi Liputan6.com, Kamis (29/3/2018).
Advertisement
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut jika permohonan JC ditolak, maka mantan Ketua DPR RI itu terancam mendapat hukuman pidana maksimal.
"Kalau misalnya JC tidak diterima tentu tuntutan akan semaksimal mungkin sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, dan sebaliknya, kalau dikabulkan akan menjadi pertimbangan," ujar Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu 28 Maret 2018.
Seperti diketahui, mantan Ketum Golkar itu telah menyebutkan dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus proyek senilai Rp 5,9 triliun ini, salah satunya nama Menko PMK Puan Maharani dan Sekertaris Kabinet Pramono Anung. Novanto menyebut keduanya menerima uang proyek e-KTP masing-masing US$ 500 ribu.
Kendati begitu, hingga kini, Setya Novanto selalu membantah menerima uang haram hasil korupsi proyek e-KTP. Sementara, syarat untuk mengajukan JC, terdakwa juga harus mengakui perbuatannya.
Â
Terima 7,3 Juta Dolar Amerika
Setya Novanto didakwa mendapat keuntungan US$ 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille senilai US$ 135 ribu dari proyek e-KTP. Dia didakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, jaksa menyebut Setya Novanto baik secara langsung maupun tidak langsung telah melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang serta jasa proyek e-KTP.
Advertisement