Liputan6.com, Jakarta Terdakwa perintangan penyidikan korupsi proyek e-KTP, Fredrich Yunadi menghadirkan dua saksi meringankan dalam persidangan. Satu dari dua saksi yang dihadirkan Fredrich adalah Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Hadir sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Boyamin menjelaskan kehadirannya sebagai saksi adalah bentuk pembelaan profesi advokat. Meski sedianya sejak awal dikatakan Boyamin, posisinya kerap kali berseberangan dengan Fredrich Yunadi.
Baca Juga
"Kenal (Fredrich Yunadi) karena saya dulu bermusuhan. Kita posisinya berhadap-hadapan," ujar Boyamin saat ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri, Jakarta Pusat, Jumat (11/5/2018).
Advertisement
Dia menjelaskan, pihak oposisi dengan Fredrich berkaitan menghilangnya Setya Novanto, saat KPK melayangkan panggilan untuk hadir sebagai saksi ataupun tersangka pada perkara korupsi proyek e-KTP. Namun mantan Ketua DPR itu kerap tidak mengindahkan surat panggilan komisi anti rasuah tersebut.
Dia bahkan menceritakan adanya sayembara bagi siapa pun yang menemukan Setya Novanto akan menghadiahi Rp 10 juta lantaran merasa kesal atas sikap tidak kooperatif Novanto.
"Kenal di studio televisi karena sejak awal saya concern e-KTP bahkan saya sampai ke Singapura. Dengan demikian sering ketemu Pak Yunadi berhadap-hadapan makanya saya sebut kita bermusuhan," ujarnya.
Halangi Kasus Setnov
Diketahui saat ini Fredrich menjadi pesakitan KPK dengan status terdakwa bermula saat Kamis 16 Desember 2017 petang, Novanto mengalami kecelakaan di Permata Hijau bersama Hilman Mattauch dan Reza. Ketiganya berencana ke Metro TV untuk melakukan wawancara, sebelum akhirnya ke DPD Golkar dan Novanto menyerahkan diri ke KPK. Dari kecelakaan itu, Novanto langsung dibawa ke RSMPH dan masuk ke kamar inap VIP 323 lantai 3 .
Dari kecelakaan tersebut, KPK menduga adanya rekayasa dan upaya melakukan perintangan penyidikan oleh Fredrich Yunadi sebagai kuasa hukum Novanto saat itu. Fredrich menyampaikan kepada Novanto akan melakukan uji materi mengenai undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD atau disebut dengan undang-undang MD3, atas pemanggilan Novanto oleh KPK.
Sebelum kecelakaan terjadi, Fredrich diketahui telah memesan kamar untuk Novanto. Dia juga meminta agar diagnosa rawat inap mantan Ketua Umum Golkar itu adalah kecelakaan. Hal itu dikonfirmasi oleh Bimanesh Sutarjo, dokter spesialis penyakit dalam pada RSMPH, saat mendapat telepon dari Fredrich.
Atas perbuatannya, Fredrich didakwa telah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement