Revisi UU Terorisme, Terduga Bisa Dipidana Meski Baru Rencanakan Aksi Teror

Dalam UU Terorisme yang baru nanti, asal bisa dibuktikan bahwa terduga berasosiasi, terkoneksi dengan satu kelompok atau organisasi teroris, sudah bisa diproses pidana.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mei 2018, 06:50 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2018, 06:50 WIB
Rapat Pansus RUU Terorisme Digelar Terbuka
Suasana Rapat Pansus Revisi UU Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5). Rapat membahas Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Anti-Terorisme) secara substantif. (Liputan6/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Panitia Khusus (Pansus) Antiterorisme dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan menitik beratkan pada usaha preventif atau pencegahan.

Karena itu, dalam UU Terorisme yang baru nanti, aparat penegak hukum bisa menindak terduga teroris, meskipun aksi yang akan dilakukan masih dalam tahap perencanaan.

"Kalau menurut UU sekarang enggak bisa dipidana. Tapi kalau UU yang baru, asal bisa dibuktikan bahwa dia terasosiasi, terkoneksi dengan satu kelompok atau organisasi teroris, itu bisa proses dipidana," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/5).

Dia mencontohkan beberapa rencana kegiatan yang bisa masuk kategori terorisme dan bisa ditindak aparat penegak hukum, yakni mulai dari kegiatan perekrutan atau pembaiatan orang ke sel-sel jaringan teroris, hingga pelatihan militer seperti menembak, memanah, atau menggunakan pedang untuk melancarkan aksi tersebut.

 


Asal Bisa Dibuktikan

Rapat Pansus RUU Terorisme Digelar Terbuka
Suasana Rapat Pansus Revisi UU Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5). Rapat membahas revisi yang tidak hanya menyangkut penindakan, tetapi harus diawali dengan pencegahan, baru tindakan. (Liputan6/Johan Tallo)

Dalam revisi Undang-Undang Terorisme ini juga diatur soal orang atau kelompok yang bisa disebut teroris, yakni jika dia bergabung dengan kelompok radikal di daerah konflik, seperti Suriah maupun Irak.

"Kalau orang Indonesia pergi ke Suriah, pergi ke Irak, dia bergabung sebagai kombatan, pokoknya bergabung dalam satu kelompok organisasi gerakan yang kemudian itu diidentifikasi sebagai gerakan teroris," tuturnya.

Anggota Komisi III DPR ini menegaskan, dalam penegakan hukum teorisme sebelumnya, harus dilengkapi alat bukti kuat. Salah satunya dengan bukti bahwa oknum tersebut berkaitan organisasi terorisme.

Tapi di dalam UU yang baru nanti, asal bisa dibuktikan bahwa dia terasosiasi, terkoneksi dengan satu kelompok atau organisasi teroris, sudah bisa diproses pidana.

"Karena perbuatan pelatihannya itu akan dikonstruksikan sebagai persiapan nanti untuk melakukan teror," ucap Asrul.

Reporter: Sania Mashabi

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya