Liputan6.com, Jakarta - Dengan tangan terborgol, Aman Abdurrahman alias Oman Rochman memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 18 Mei 2018. Dua personel Brimob berlaras panjang tampak mengawal Aman yang saat itu mengenakan gamis coklat yang dilapisi baju tahanan serta pakol di kepalanya.
Sesaat sebelum ia duduk di kursi pesakitan, dua personel Brimob itu melepaskan borgolnya. Usai itu, kedua personel itu pergi meninggalkan ruang sidang dengan membawa pakaian tahanan yang sebelumnya dikenakan Aman Abdurrahman.
Kehadiran Aman Abdurrahman di sidang tersebut untuk mendengarkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dia didakwa telah menyebarkan paham radikal dalam kurun waktu delapan tahun.
Advertisement
Aman disebut telah menyebarkan paham itu ke sejumlah wilayah Indonesia seperti di Jakarta, Surabaya, Lamongan, Balikpapan, Samarinda, Medan, Bima, dan Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Dalam tuntutannya, Jaksa meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman maksimal kepada Aman.
"Menjatuhkan pidana kepada Oman Rochman alias Abdurrahman dengan pidana mati," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Anita Dewayani saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Mendengar tuntutan itu, Aman terlihat tenang. Matanya layu.
Jaksa menuntut terdakwa Aman Abdurrachman dengan hukuman mati karena dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, Aman terbukti melanggar Pasal 14 jo 7
Menurut Anita, Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal.
Selain itu, Aman Abdurrahman juga sudah merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
"Dalam hal ini tidak ada hal meringankan bagi terdakwa," kata jaksa.
Aman Abdurrahman menyebarkan pemikiran radikalnya dengan bermacam-macam cara. Dalam dakwaan disebutkan, melalui buku karangannya sendiri berjudul Seri Materi Tauhid atau MP3 yang dapat diunduh dari sebuah situs.
Usai mendengar tuntutan, Aman meminta izin pada hakim untuk berdiskusi dengan kuasa hukumnya terkait pembelaan. Dia berdiri dari kursinya dan menghampiri pengacaranya. Keduanya berdiskusi sambil berbisik.
Aman lalu mengeluarkan kertas dari saku baju gamis cokelat yang dikenakannya. Kertas itu diserahkan pada pengacaranya.
Usai sidang, pengacara Asludin Hatjani mengaku belum membaca seluruhnya isi dalam kertas itu. Dia hanya mengatakan bahwa isi dari kertas itu terkait dengan persidangan kasus yang menjerat kliennya.
"Itu masalah-masalah persidangan," ujar Asludin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Dia mengatakan, kertas itu berisi permintaan dari Aman untuk dimasukkan dalam nota pembelaan. "Itu yang diminta dimasukkan dalam pembelaan nantinya. Inti-inti pembelaan," tegas dia.
Disinggung soal poin-poin dalam kertas itu dan keberatan Aman Abdurrahman, Asludin mengaku belum mempelajari. "Saya belum lihat. Kan, enggak sempat baca tadi," ujarnya berkilah.
Bahayakan Kehidupan Manusia
Jaksa Agung HM Prasetyo menilai, tuntutan maksimal terhadap terduga aktor intelektual serangkaian teror di Indonesia itu sudah tepat.
Jaksa penuntut umum (JPU), kata Prasetyo, telah memiliki bukti kuat untuk menuntut Aman hukuman mati. Selain sebagai residivis kasus terorisme, Aman juga dianggap berbahaya bagi kehidupan manusia.
"Dia dianggap membahayakan kehidupan kemanusiaan, maka oleh JPU kepada Aman Abdurrahman dituntut pidana mati," ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Tak hanya itu, JPU juga menguraikan latar belakang Aman sebagai pendiri kelompok radikal Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS. Bahkan tak sedikit anggota JAD yang terlibat kasus bom bunuh diri, penyerangan aparat, dan sejumlah aksi terorisme lainnya.
"Aman dikenal sebagai petingginya JAD. Dia bahkan pendiri dan pembentuk jaringan serta doktrin kepada pengikutnya yang sekarang menyebar dan melakukan aksi teror," ungkap Prasetyo.
Meski begitu, Prasetyo tak mau mendahului kehendak. Pihaknya akan menunggu keputusan majelis hakim. Yang pasti, jaksa telah menguraikan bukti-bukti kuat bahwa Aman Abdurrahman layak dihukum mati.
"Semua fakta bukti telah diuraikan. Yang ada pertimbangan memberatkan semua, tidak ada hal yang meringankan," Prasetyo menandaskan.
Dukungan yang sama diutarakan Ketua DPR Bambang Soesatyo. Dia meminta majelis hakim memberikan vonis seberat-beratnya lantaran aksi terorisme merupakan kejahatan luar biasa.
"Setiap gerakan atau kegiatan yang masuk kategori kejahatan kemanusiaan harus dihukum seberat-beratnya," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Kedati demikian, sebagai lembaga negara, DPR akan mendukung segala keputusan yang akan diambil oleh majelis hakim. Karena, menurut Politikus Partai Golkar itu adalah kewenangan hakim.
"DPR mendukung keputusan pengadilan itu," ucap dia.
Advertisement
Jejak-Jejak Teror Aman
Dalam tuntutannya, JPU menyebut terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman merupakan penggagas organisasi Jamaah Anshorut Daulah ( JAD) yang dikenal sebagai organisasi terorisme di Indonesia.
Jaksa menyebut keterlibatan Aman Abdurrahman dalam serangkaian teror melalui doktrin yang ditularkan kepada para pengikutnya. Ia didakwa sebagai aktor intelektual di balik serangkaian teror di Indonesia.
Berikut ini jejak-jejak Aman Abdurrahman dalam serangkaian teror di Indonesia:
Sekitar dua tahun lalu, 14 Januari 2016, kawasan Sarinah Thamrin dihebohkan dengan aksi serangan teroris. Ledakan terjadi di dua tempat yang disertai penembakan di sekitar Plaza Sarinah.
Dalam kejadian tersebut, delapan orang meninggal dunia. Empat di antaranya pelaku. Selain itu, 24 lainnya luka-luka akibat serangan ini.
Empat pelaku yang tewas adalah Muhammad Ali alias Rizal alias Abu Isa, Sunakim alias Abu Yaza, serta Dian Juni Kurniadi.
Serangan teror lainnya juga terjadi di Gereja Oikumene Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur, 13 November 2016. Dalam kejadian itu, Juhanda yang merupakan anggota JAD melempar molotov ke gereja hingga lima jemaat gereja terluka, salah satunya masih balita.
Seorang korban bernama Intan yang berusia 2,5 tahun meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit pada keesokan harinya.
Tak hanya itu, bom bunuh diri juga terjadi di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu 24 Mei 2017 sekitar pukul 21.00 WIB. Ledakan itu terjadi dua kali dalam rentang waktu berdekatan.
Akibat bom Kampung Melayu, lima orang tewas. Dua di antaranya diduga kuat pelaku dan tiga lainnya anggota kepolisian. Sementara 10 lainnya, mengalami luka-luka. Lima di antara korban luka adalah anggota Polri dan lima lainnya masyarakat sipil.
Kedua bomber ini, ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian, positif tergabung dalam sel Mudiriyah Jamaah Anshar Daulah (JAD) Bandung Raya, yang berafiliasi dengan jaringan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), di mana penghubungnya adalah Bahrun Naim.
Atas rentetan teror itu, Aman membantah terlibat, apalagi mengotaki, teror-teror dengan motif mendirikan negara Islam tersebut. "Saya tak tahu-menahu," ucapnya dengan dalih kala itu dia di dalam penjara.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini: