Liputan6.com, Bandung - Matahari sudah tenggelam ketika Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM tiba di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Instansi tersebut akan melakukan inspeksi mendadak (sidak) di lapas yang ramai dibicarakan setelah menjadi lokasi operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami mengatakan, sidak itu untuk melakukan penataan di direktorat yang dipimpinnya dan mengembalikan kepercayaan masyarakat.
"Apa yang kita lakukan hari ini dalam rangka memperbaiki citra pemasyarakatan untuk melakukan pembinaan sebaik-baiknya dengan visinya kita semua memperoleh kepastian. Garis bawahi kita melakukan penataan," ujar Sri saat apel di depan Lapas Sukamiskin, Minggu 22 Juli 2018, seperti yang dikutip dari Mata Najwa, Kamis (26/8/2018).
Advertisement
Rombongan kemudian masuk ke lapas tepat pada pukul 20.00 WIB. Petugas kemudian mengecek satu per satu lapas napi korupsi.
Sel pertama yang mereka temui adalah sel mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin. Segel KPK masih terpasang di pintu sel milik terpidana kasus suap jual beli gas alam pembangkit listrik di Gresik dan Gilir.
Fuad Amin sendiri masih berada di Rumah Sakit Borromeus Bandung.
Sel tempat Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan juga masih disegel KPK. Saat OTT KPK, terpidana kasus pengadaan alat kesehatan (alkes) Pemerintah Provinsi Banten tahun anggaran 2011-2013 itu juga tidak berada di selnya lantaran sedang berobat.
Sel ketiga yang ditemui adalah tahanan yang ditempati mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq. Petugas kemudian mengetok sel itu.
Luthfi kemudian membukakan pintu. Petugas kemudian masuk ke sel yang mirip dengan kamar kos tersebut. Kamar Luthfi dipenuhi dengan buku. Ada pula sejumlah barang elektronik yang akhirnya disita petugas, seperti rice cooker, dispenser besar dan microwave. Juga alat olahraga.
Dia sendiri mengaku tidak tahu-menahu soal uang ratusan juta rupiah yang harus disetor ke Kepala Lapas Sukamiskin untuk memasukkan atau menambahkan fasilitas di sel. "Tidak pernah tahu. Tidak pernah diminta juga," ujar Luthfi kepada Najwa Shihab.
Kamar mandi sel Luthfi pun telah direhab. Dia mengaku hanya mengutarakan punya masalah kesehatan kapada kalapas dan difasilitasi. "Saya berbicara saya punya masalah kesehatan. Ambeyen, beberapa kali operasi kan. Mereka membantu. Ini kan juga untuk kebersihan. Untuk salat juga," kata Luthfi.
Ternyata, Luthfi Hasan juga punya ruang kerja di Lapas Sukamiskin. Di ruang kerjanya ini terdapat sejumlah berkas, dapur, dan ada pula undangan yang ditujukan untuknya. Petugas juga menggeledah ruangan tersebut.
Rombongan kemudian beralih ke sel lainnya. Sel tersebut merupakan tempat kerja Wawan. Sel tersebut lebih sederhana dari penjara Luthfi. Hanya ada karpet, bantal-bantal, dan lemari kecil.
Wawan sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada Sabtu, 21 Juli 2018 dini hari di Lapas Sukamiskin. Dia mengaku tengah berada di rumah sakit saat operasi tangkap tangan KPK itu.
"Sakit kepala dan lutut. Memang lutut saya habis dioperasi kan. Saya enggak ngerti (kenapa disegel)," kata dia.
Dia pun mengaku tidak membayarkan sejumlah uang untuk keluar lapas. "Saya sih enggak bayar. Biasa saja," ujar Wawan.
Tua dan Koruptor Duafa
Rombongan juga mengunjungi sel mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Pada pintu selnya terdapat stiker, "Perawatan Medis."
Stiker itu dipasang karena memang Akil butuh perawatan medis. Dia memiliki penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah.
"Lagi kurang sehat memang. Ini ada banyak obat-obatan di sini (sambil menunjukkan kotak obatnya). Ada jantung dan penyempitan di pembuluh. Sebenarnya harus operasi," kata Akil.
Kamar Akil sederhana dibandingkan Luthfi Hasan. Hanya saja, dia memiliki kasur yang berukuran relatif besar. Dia mengaku tidak membayar sepeserpun untuk memperbaiki kamarnya. "Saya dari dulu begini," lanjut dia.
Menurut dia, praktik tersebut bisa saja terjadi untuk mendapat sel dengan fasilitas istimewa peninggalan tahanan terdahulu.
Namun, dia menilai, tahanan tidak harus membuat napi menderita. Dia mengatakan jika untuk mengubah kloset kamar mandi, seharusnya tidak apa-apa. Terlebih, banyak napi yang berusia lanjut di Lapas Sukamiskin.
"Saya diabet jadi saya kalau malam 7 kali buang air kecil. Okelah kita dianggap penjahat tapi kita manusia juga. Ada napi 75 tahun. Tipikor juga, tapi kasusnya enggak jelas, enggak punya apa-apa. Enggak punya biaya, kita urunan kok. 80 Persen sini napi tipikor duafa," ujar Akil.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement