Cawapres Prabowo, di Antara GNPF dan Koalisi yang Tak Kunjung Terbentuk

Rekomendasi GNPF menambah panjang daftar kandidat nama cawapres di kantong Prabowo. Kalah start dibanding Kubu Jokowi.

oleh Ika Defianti diperbarui 30 Jul 2018, 00:04 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2018, 00:04 WIB
Sambangi DPR, Prabowo Bahas Serangkaian Teror di Tanah Air
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyambangi Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, (16/5). Kedatangan Prabowo untuk membahas perkembangan politik terkini termasuk adanya serangkaian teror. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U), Yusuf Muhammad Martak, menghadapi wartawan berbekal tiga nama di kantongnya, Minggu (29 Juli 2018). Siang itu, ia mengumumkan hasil rekomendasi Ijtima Ulama terkait Pemilihan Presiden 2019.

Tak ada kejutan berarti dalam nama calon presiden yang mereka pilih. Seperti yang bisa ditebak sebelumnya, Prabowo Subianto didukung menjadi calon presiden.

Lain halnya dengan posisi calon wakil presiden. Dua nama yang dimunculkan tergolong baru--atau setidaknya selama ini kurang mencuat.

"Letjen Prabowo Subianto didampingi dengan cawapres yang kita rekomendasikan yaitu Salim Segaf Al Jufri. Insyaallah ini dapat kita perjuangkan dan kita pertanggungjawabkan," kata Yusuf di Menara Peninsula, Jakarta Barat, Minggu (29/7/2018).

Salim Segaf Al Jufri merupakan Ketua Majlis Syuro PKS. Di internal PKS, namanya muncul dalam sembilan calon wakil presiden di Pilpres 2019. Meski namanya masih kurang populer dibanding beberapa kandidat lain yang dijagokan PKS.

Lain lagi, Ustaz Abdul Somad. Ia bukan politisi, melainkan ulama yang sedang berada di puncak popularitasnya.

Somad tengah beken di media sosial. Pengajiannya juga kerap didatangi banyak jemaah.

Munculnya dua nama itu tak lepas dari kriteria yang ditetapkan Ijtima Ulama GNPF. Mereka ingin calon presiden dan wakilnya merupakan kombinasi latar belakang nasionalis-religius.

"Keterwakilan umat Islam tidak pernah diakomodir, maka dari itu ijtima mengusulkan kedua-duanya punya ketokohan sebagai ulama," ucap Yusuf.

Sebelumnya, Sekretaris Steering Comitter (SC) GNPF-U dan tokoh nasional, Dani Anwar mengatakan beberapa kriteria pemimpin bangsa mengerucutkan. Kriteria itu terbagi kategori umum dan khusus.

Kriteria umum di antaranya beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa, memiliki ilmu dan kompetensi dalam penyelenggaraan negara yang konsisten dengan pembukaan UU 1945,

Selain itu, sehat jasmani dan rohani, memiliki keberpihakan kepada pribumi dan umat Islam, mampu menjaga kedaulatan negara dan melindungi segenap bangsa dan negara dari intervensi pihak asing. Serta bebas dari komunisme, liberalisme, sosialisme, kapitalisme dan aliran sesat.

Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yakin calon yang direkomendasikan oleh Ijtima Ulama dan tokoh nasional Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) akan diterima partai koalisi Prabowo.

Partai koalisi tersebut kemungkinan besar terdiri dari Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Berkarya.

"Saya kira pun koalisi partai akan menerima, insyaallah," kata Amien di Menara Peninsula, Jakarta Barat, Minggu (29/7/2018).

Dia menilai pasangan calon presiden dan wakil presiden yang direkomendasikan tersebut merupakan kombinasi yang bagus. Soal kebangsaan, Amien menilai sosok Prabowo memiliki rekam jejak yang bagus.

Sedangkan untuk Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri dan Ustaz Abdul Somad mewakili dari sosok ulama.

"Menurut saya pribadi, ini memang the best combination. Ini bisa menyelamatkan bangsa kita. Insyaallah lebih bagus dari yang ada sekarang," ucapnya.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengapresiasi rekomendasi Ijtima Ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U). Apalagi nama salah satu kader PKS, Salim Segaf Al-Jufri, masuk dalam usulan cawapres pendamping Prabowo Subianto.

"Kami merasa bahagia dengan keputusan Ijtima Ulama ini," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, kepada Liputan6.com, Minggu (29/7/2018).

Menurut dia, keputusan Ijtima Ulama telah melewati proses yang tekun. Tak hanya itu, banyak pertimbangan yang diperhitungkan hingga keluar nama-nama yang direkomendasikan.

Ia tak mempersoalkan siapa pun nama yang muncul dari rekomendasi itu. Mardani pun enggan menjawab tegas dampak kemunculan nama Salim Al-Jufri bagi posisi tawar PKS di koalisi pendukung Prabowo nantinya.

"Perihal figur yg diajukan insyaallah berkah karena sudah melalui proses musyawarah," ia memungkasi.

 

Kalah Start

 

Bisa dibilang, koalisi pendukung Prabowo masih kalah start ketimbang koalisi pendukung Jokowi. Koalisi pendukung Jokowi sudah pasti didukung enam partai di parlemen, yakni PDIP, PKB, PPP, NasDem, Golkar, Hanura.

Jumlah itu masih bertambah lagi dengan dukungan partai yang berada di luar parlemen, PSI, PKPI dan Perindo. Koalisi juga sudah menetapkan satu nama yang bakal mendampingi Jokowi di Pilpres 2019. Meski figur itu belum diumumkan ke publik. 

Sementara koalisi pendukung Prabowo belum benar-benar resmi terbentuk, meski PAN, PKS dan Demokrat disebut-sebut akan bergabung.

Salah satu isu yang menjadi riak di bakal koalisi itu adalah nama cawapres. PAN sempat mengusulkan nama Ketua Umumnya, Zulkifli Hasan sebagai cawapres. Sementara PKS punya sembilan nama yang disorongkan ke Prabowo.

PKS sempat mengancam keluar koalisi bila kadernya tak dipilih Prabowo. Adapun Demokrat sempat disebut akan menjagokan putra Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengisi posisi itu. Walaupun belakangan dibantah oleh SBY.

Rekomendasi Ijtima Ulama GNPF praktis ikut meramaikan tarik menarik bursa nama cawapres pendamping Prabowo. Alhasil, kandidat cawapres Prabowo tak kunjung menyusut.

Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Habiburokhman bersyukur dengan rekomendasi Ijtima Ulama dan tokoh nasional Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPF-U).

Sebab, salah satu rekomendasi itu adalah mendorong Prabowo Subianto sebagai calon presiden.

"Alhamdulilah Pak Prabowo sudah diberi kepercayaan untuk maju sebagai capres. Kami sangat menghormati rekomendasi tersebut," kata Habiburokhman kepada Liputan6.com, Minggu (29/7/2018).

Soal posisi cawapres, menurut Habiburokhman, pada akhirnya akan diserahkan kepada koalisi. Ia tidak memberikan jawaban tegas apakah dua nama itu akan diperjuangkan untuk menjadi cawapres Prabowo.

Yang jelas, nama yang muncul merupakan tokoh yang mumpuni. "Semua tokoh yang muncul sekarang hiqh quality politician, bahkan menurut saya mereka adalah sosok negarawan," ia berujar.

Ia mengingatkan agenda penting yang nantinya harus diusung koalisi pendukung Prabowo.

"Yang terpenting bagaimana kita sama-sama bisa memperjuangkan agenda kebangsaan seperti mencari format perbaikan ekokomi yang saat ini sudah mengkhawatirkan," Habiburokhman menandasi.

Setidaknya, Gerindra tak memandang sebelah mata rekomendasi GNPF.

"Saya kira masih ada beberapa perkembangan yang kita bicarakan bersama-sama juga. Termasuk apa yang menjadi masukan-masukan para ulama melalui ijtima ulama," kata Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon.

Ia menilai, rekomendasi dari ulama GNPF sangat penting bagi Gerindra. Rekomendasi dua cawapres akan dibahas dan menjadi masukan bagi Gerindra dan Prabowo.

"Ya ini masukan yang penting, ya kita sangat hargai apalagi merekomendasikan pak Prabowo sebagai presiden. Tentu ini masukan kita akan menjadi bahan pembicaraan kita, masukan kita," ujarnya.

Praktis saja makin banyak pertimbangan Prabowo untuk menentukan pilihan cawapresnya.

 

Penolakan Abdul Somad dan Hilangnya Anies

Ustaz Abdul Somad dengan halus menolak menjadi cawapres di Pemilihan Presiden 2019. Tanggapan Abdul Somad dituangkan dalam postingan di akun Instagram.

Penolakan itu ia sampaikan sambil menukil kisah anak Umar bin Khattab saat diminta menggantikan ayahnya yang wafat.

"Setelah Sayyidina Umar bin Khattab wafat, sebagian Sahabat ingin membaiat Abdullah -anak Sayyidina Umar- sebagai pengganti. Beliau menolak lembut, karena bidang pengabdian ada banyak pintu. Fokus di pendidikan dan dakwah," tulis akun @ustadzabdulsomad, Minggu (29/7/2018).

Meski demikian, Somad mengapresiasi hasil Ijtima Ulama."Selamat! Ternyata kerumunan sudah berubah menjadi barisan kekuatan," katanya.

Ia juga mendukung nama cawapres lain yang direkomendasikan Ijtima Ulama, yakni Salim Segaff Al Jufri. Menurutnya, perpaduannya dengan Prabowo akan menjadi duet maut.

"Prabowo-Habib Salim pasangan tawazun (seimbang) antara ketegasan tentara dan kelembutan Ulama, Jawa non-Jawa, nasionalis-religius, plus barokah darah Nabi dalam diri Habib Salim," kata Somad.

"Biarlah saya jadi suluh di tengah kelam, setetes embun di tengah sahara. Tak sungkan berbisik ke Habib Salim, tak segan bersalam ke Jenderal Prabowo."

Yang mengejutkan dari rekomendasi Ijtima Ulama adalah tak ada nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies sebelumnya kerap dikaitkan dengan posisi cawapres Prabowo.

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) Yusuf Muhammad Martak menyebut, tak ada tanda-tanda Anies akan maju di Pilpres 2019. Apalagi, ia belum lama menjabat sebagai Gubernur DKI.

"Kalau di awal nama dia ada, cuma saya melihat Pak Anies itu nampaknya masih ingin bertanggung jawab sebagai gubernur," kata Yusuf di Menara Peninsula, Jakarta Barat, Minggu (29/7/2018).

Nama Anies memang sempat masuk dalam bursa cawapres yang direkomendasikan. Hanya saja, para peserta ijtima menginginkan sosok ulama sebagai pendamping Prabowo.

"Tapi sesuai yang saya sampaikan bahwa peserta saya sampaikan bahwa peserta menginginkan bahwa untuk mendampingi Bapak Prabowo perlu seorang tokoh ulama," jelasnya.

Yusuf melanjutkan, nama hasil rekomendasi ijtima tersebut akan disampaikan kepada lima partai politik seperti Partai Gerindra, PKS, Partai Berkarya, PAN dan PBB dalam waktu dekat.

Saksikan video pilihan di bawah ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya