Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, sebagai tersangka suap dan atau gratifikasi penanganan perkara di PN Jakarta Pusat, yaitu vonis terdakwa korporasi di kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari-April 2022.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, selain Muhammad Arif Nuryanta, tersangka lain dalam kasus tersebut adalah Wahyu Gunawan (WG) selaku Panitera Muda Perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Marcella Santoso (MS) dan Aryanto (AR) selaku advokat.
Advertisement
Baca Juga
“Setelah melakukan pemeriksaan terhadap para saksi tersebut, penyidik memperoleh alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” tutur Harli dalam keterangannya, Minggu (13/4/2025).
Advertisement
Harli mengulas, terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo dan PT Permata Hijau Sawit.
Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Serta Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas dan PT Wira Inno Mas.
Putusan pun jatuh pada 19 Maret 2025. Namun, hasilnya jauh dari harapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang telah menuntut terdakwa Permata Hijau Group, terdakwa Wilmar Group dan terdakwa Musim Mas Group terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Udang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Primair.
Awal Kasus
Kasus ini berakar dari putusan yang dijatuhkan pada 19 Maret 2025, di mana terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, dinyatakan tidak bersalah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut agar ketiga terdakwa tersebut dijatuhi pidana denda dan kewajiban membayar uang pengganti yang sangat besar.
Namun, keputusan majelis hakim justru menyatakan bahwa perbuatan yang didakwakan bukanlah suatu tindak pidana, yang dikenal sebagai ontslag van alle recht vervolging. “Namun terhadap tuntutan tersebut masing-masing terdakwa korporasi diputus terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana,” ungkap Harli.
Putusan ini menjadi sorotan, terutama karena diduga ada pengaturan dari pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi hasil keputusan hakim. Dalam konteks ini, Harli menyatakan bahwa Muhammad Arif Nuryanta menerima suap untuk mengatur putusan tersebut. “Dalam rangka pengurusan putusan perkara dimaksud agar majelis hakim memberikan putusan ontslag van alle recht vervolging,” tambahnya.
Advertisement
Vonis Lepas
JPU juga menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana denda masing-masing terdakwa korporasi sebesar Rp1 miliar, dan menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kepada terdakwa Permata Hijau Group sebesar Rp937.558.181.691,26; terdakwa Wilmar Group sebesar Rp11.880.351.802.619; dan terdakwa Musim Mas Group sebesar Rp4.890.938.943.794,1.
“Namun terhadap tuntutan tersebut masing-masing terdakwa korporasi diputus terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana atau ontslag van alle recht vervolging oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ungkap Harli.
Ontslag van alle rechtsvervolging sendiri BM merupakan putusan pengadilan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan itu juga dikenal sebagai putusan lepas.
Harli mengatakan, terkait dengan putusan Ontslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa Marcella Santoso, Aryanto, dan Wahyu Gunawan melakukan perbuatan pemberian suap dan/atau gratifikasi kepada Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp60 miliar.
“Dalam rangka pengurusan putusan perkara dimaksud agar majelis hakim memberikan putusan ontslag van alle recht vervolging,” jelas dia.
Kejagung kemudian melakukan penggeledahan lima lokasi berbeda yang ada di Jakarta dan membawa keempat orang tersebut untuk diperiksa pada Sabtu, 12 April 2025 di Kejagung, Jakarta Selatan. Mereka kemudian resmi ditetapkan sebagai tersangka lantaran ditemukan bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap DDP selaku istri Aryanto, IIN dan BS atau Budi Santoso selaku sopir Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, serta lima staf Marcella Santoso yakni BHQ, ZUL, YSF selaku Office Boy, AS selaku sopir Aryanto, dan VRL selaku anggota tim advokat kantor Ariyanto Arnaldo Law Firm.
Keempat tersangka juga langsung ditahan usai pemeriksaan, dengan rincian Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua PN Jaksel di Rutan Salemba Cabang Kejagung, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakut di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Marcella Santoso selaku advokat di Rutan Salemba Cabang Kejagung, dan Aryanto selaku advokat di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
“Para tersangka dilakukan penahanan rutan selama 20 hari ke depan,” Harli menandaskan.
Pasal yang Menjerat Arif
Adapun pasal yang disangkakan, terhadap tersangka Muhammad Arif Nuryanta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka Wahyu Gunawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 jo. Pasal 11 jo. Pasal 12 B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka Marcella Santoso dan Aryanto disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Advertisement
Infografis
