Suap PLTU Riau 1, Eni Saragih Minta Jatah ke Johannes Kotjo untuk Idrus Marham

Permintaan uang "pengondisian" kursi ketum untuk Idrus pun dibatalkan Eni Saragih.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jan 2019, 23:13 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2019, 23:13 WIB
Eni Maulani Saragih
Terdakwa dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1). Eni menjalani pemeriksaan terdakwa. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih membenarkan telah meminta uang USD 3 juta kepada Johannes Budisutrisno Kotjo untuk membiayai Idrus Marham maju sebagai Ketua Umum Partai Golkar. 

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) awalnya menampilkan percakapan Whatsapp Eni dengan Johannes Budisutrisno Kotjo atau akrab disapa Kotjo. Namun, karena permintaan uang secara mendadak, Kotjo tidak menyanggupinya.

"Waktu itu memang sama pengkondisian juga kalau Pak Idrus jadi ketua umum, tapi memang tidak diberikan Pak Kotjo kepada saya,” ujar Eni Saragih di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, saat memberikan keterangan sebagai terdakwa, Selasa (22/1/2019).

Beberapa hari kemudian, Eni mengaku semakin intens berkomunikasi dengan Idrus jelang munaslub Golkar dengan agenda pemilihan ketua umum untuk menggantikan Setya Novanto yang tersandung kasus korupsi e-KTP.

Namun, semakin mendekat perhelatan munaslub, peta politik internal Golkar berubah. Para kader justru memutuskan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum. Permintaan uang "pengondisian" kursi ketum untuk Idrus pun dibatalkan Eni. 

"Jadi memang permintaan saya itu saya sampaikan ke Pak Kotjo tidak jadi karena arah politik berbeda," kata Eni Saragih.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dakwaan

Sidang Dugaan Suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih
Terdakwa dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih menyimak keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/1). Tujuh saksi dihadirkan JPU KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap Rp 4,750 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Uang yang diterima Eni itu untuk munaslub Golkar Rp 2 miliar, biaya pilkada suami Eni di Kabupaten Temanggung Rp 2 miliar, Rp 200 juta dan Rp 500 juta kepentingan pribadi. 

Atas perbuatannya, dia didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Eni juga didakwa menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu sejak menjabat sebagai anggota DPR periode 2014-2019. Penerimaan graritifikasi tersebut diperuntukan biaya pencalonan M Al Khadziq, suami Eni, sebagai calon Bupati Temanggung.

Gratifikasi pertama pada Mei 2018 dari Prihadi Santoso sebagai Direktur PT Smelting sebesar Rp 500 juta. Pemberian gratifikasi secara bertahap. 

Gratifikasi kedua berasal dari Herwin Tanuwidjaja selaku Direktur PT One Connect Indonesia sebesar SGD 40 ribu dan Rp 100 juta.

Gratifikasi kembali diperoleh Eni dari Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal sebesar Rp 5 miliar. Terakhir, gratifikasi Rp 500 juta berasal dari Iswan Ibrahim yakni Presdir PT Isargas. 

Atas perbuatannya Eni didakwa melanggar Pasal 12 B ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya