Mahfud MD Sebut Prosedur Pembebasan Baasyir Keliru

Menurut Mahfud, pembebasan bersyarat harusnya ditangani Menteri Hukum dan HAM.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jan 2019, 08:08 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2019, 08:08 WIB
Abu Bakar Baasyir
Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir melambaikan tangan kepada media ketika di mobil tahanan usai menjalani persidangan di Jakarta, (16/06/2011). (AFP Photo/Romeo Gacad)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai prosedur pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir keliru sejak awal. Alasannya, langkah pemerintah itu tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012 yang mengatur pembebasan bersyarat.

"Saya kira prosedurnya keliru, kemudian organisatorisnya juga keliru," kata Mahfud saat ditemui di Gedung Pusat UGM, Yogyakarta, Jumat (25/1/2019).

Mestinya, kata dia, menurut PP Nomor 99/2012 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang melakukan pembebasan seorang warga binaan itu Menteri Hukum dan HAM.

Sesuai PP itu, pembebasan bersyarat ditangani Menteri Hukum dan HAM yang selanjutnya mendelegasikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

"Nah, Yusril (Yusril Ihza Mahendra) itu kan bukan Menkumham, penasihat presiden juga bukan dia lho. Dia penasihat Pak Jokowi, bukan panasihat presiden," kata Mahfud seperti dikutip Antara.

Selain itu, menurut dia, keputusan pembebasan bersyarat juga harus didahului dengan melakukan pembinaan bagi narapidana selama beberapa bulan, kemudian mendapat penilaian dari masyarakat terkait dengan kelayakan mendapat pembebasan.

"Lalu dia bersedia menyatakan Pancasila dan UUD sebagai ideologi dan konstitusi yang akan dia taati, artinya taat pada NKRI," jelas Mahfud.

Dia juga menilai ada kesan ketergesa-gesaan merujuk istilah "bebas murni" yang sebelumnya sempat muncul dalam rencana pembebasan Baasyir.

Bebas murni, kata Mahfud, diberikan melalui putusan hakim di tingkat pertama yang membuktikan orang itu tidak bersalah sehingga sama sekali tidak menjalani hukuman.

"Kalau bebas biasa, ya menunggu masa hukuman selesai. Kalau bebas bersyarat, syaratnya sisa masa hukuman tinggal 2,5 tahun kemudian itu bersyarat," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tidak Menabrak Syarat

Sebelumnya, pengacara Jokowi, Yusril Ihza Mahendra, saat menemui narapidana kasus teroris Abu Bakar Baasyir di LP Teroris Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengatakan, Baasyir akan segera dibebaskan.

Sementara itu, Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah akan menaati hukum dan peraturan yang berlaku terkait dengan rencana pembebasan bersyarat narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir.

"Ada mekanisme hukum yang harus dilalui. Ini namanya pembebasan bersyarat, bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat. Nach, syaratnya harus dipenuhi, kalau tidak, khan saya tidak mungkin menabrak," kata Jokowi.

Menurut dia, salah satu persyaratan dasar dalam pembebasan bersyarat adalah setia pada NKRI dan Pancasila. Baasyir dalam hal ini enggan menandatangani surat pernyataan setia pada NKRI.

Jokowi mengatakan, pemerintah terus mengkaji tentang pembebasan bersyarat bagi Baasyir itu. "Apalagi, ini situasi yang mendasar. Setia kepada NKRI, setia kepada Pancasila, sesuatu yang mendasar," ujar dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya