Liputan6.com, Jakarta - Terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir harus menunda kebebasannya. Pasalnya bebas murni yang diharapkan ternyata tak semudah yang dibayangkan.
Kekecewaan pun sempat diungkapkan pihak keluarga. Putra Baasyir, Abdul Rohim Baasyir menuturkan, harapan bahwa sang ayah akan mendapatkan bebas murni berawal dari kedatangan utusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Yusril Ihza Mahendra ke Lapas Gunung Sindur, Bogor.
"Di situ kami duduk bersama dan Yusril menyampaikan bahwa dia sudah berhasil melobi Presiden, Kapolri, kemudian Menkumham dan pihak terkait, begitu bahasa dia. Untuk memberikan kebebasan murni buat ustaz Abu Bakar Baasyir, bukan bebas bersyarat," jelas Abdul Rohim.
Advertisement
Kenapa pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu menolak jika bebas bersyarat? Karena dalam isi dokumen yang harus ditandatangani oleh Baasyir sebagai salah satu persyaratan bebas bersyarat menyatakan dia harus mengucapkan ikrar setia kepada NKRI.
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 84 huruf d ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 3 Tahun 2018. Pasal tersebut berbunyi:
"Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi narapidana warga negara Indonesia."
Hal inilah yang dianggap bertentangan dengan prinsip keislaman yang dianutnya. Menurut pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, alasan penolakan tersebut karena Baasyir hanya ingin tunduk kepada Islam dan Tuhan.
"Pak Yusril kalau suruh tanda tangan itu saya tak mau bebas bersyarat, karena saya hanya patuh dan menyembah-Nya, inilah jalan yang datang dari Tuhan-mu," kata Yusril menirukan Baasyir dalam jumpa pers di Kantor Hukum Mahendratta, Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1/2019).
Sementara itu, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pembebasan terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir akan dilakukan dengan mekanisme bebas bersyarat.
Lantas, seperti apa pernyataan sikap dari keluarga atas batalnya pembebasan Abu Bakar Baasyir?
Saksikan video pilihan di bawah ini:
1. Putra Baasyir Datangi Lapas Gunung Sindur
Abdul Rohim mendatangi Lapas Gunung Sindur, Rabu (23/1/2019), sekitar pukul 11.30 WIB. Didampingi kedua kuasa hukumnya Mahendradata dan Achmad Michdan, pemimpin Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah ingin mengetahui kenapa kebebasan sang ayah tertunda.
Sebelumnya disebutkan, terpidana teroris Baasyir akan menghirup udara segara pada hari ini, Rabu (23/1/2019).
Achmad Michdan sempat ditanya awak media terkait tujuan kedatangannya itu. "Nanya saja, perkembangannya apa," kata Achmad Michdan.
Saat Kepala Lapas Gunung Sindur, Sopiana dikonfirmasi terkait pembebasan Abu Bakar Baasyir, dia menyatakan masih menunggu konfirmasi dari pimpinan.
"Belum tahu kapan (dibebaskan). Saya masih menunggu konfirmasi dari pimpinan," ujar Sopiana.
Â
Advertisement
2. Siap Tanda Tangan, Tapi dengan Syarat...
Sementara itu, Baasyir mengaku siap menandatangani dokumen pembebasan bersyarat tersebut. Asalkan ada sejumlah kata dan kalimat yang harus ditambahkan dalam surat tersebut.
Anak Abu Bakar Baasyir, Abdul Rohim Baasyir, menyampaikan dokumen yang diberikan pihak lapas sebelumnya adalah surat pernyataan untuk narapidana yang akan bebas.
"Jadi, surat itu berbunyi isinya kira-kira bersedia untuk taat hukum, kemudian tidak mengulangi perbuatan yang melanggar hukum," tutur Rohim dalam keterangannya, Rabu (23/1/2019).
Setelah membaca surat tersebut, Abu Bakar Baasyir merasa ada yang kurang. Jika hanya tertulis taat hukum dan tidak melanggar lagi, itu tidak sesuai dengan ideologinya.
Pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) yang telah berusia 80 tahun itu lalu mengusulkan agar ada kata dan kalimat yang ditambahkan.
"Kata-kata taat hukum itu ditambah dengan yang tidak bertentangan dengan Islam. Jadi setiap ada kata taat hukum, di situ ditambahkan yang tidak bertentangan dengan hukum atau agama Islam," kata Rohim.
3. Konsultasi Ahli Hukum
Terkait penambahan kata tersebut, pihak keluarga mengaku telah berkonsultasi dengan ahli hukum. Hasilnya hal itu dibolehkan karena Indonesia menghormati keyakinan dan agama pemeluknya.
Bahkan disampaikan pula bawah penambahan kata dan kalimat merupakan hak Abu Bakar Baasyir. Selama tidak bertentangan dengan ketentuan hukum di Indonesia.
"Artinya kalau memang itu oleh pejabat bisa disetujui, lalu surat itu diberikan, maka Insyaallah ustaz Abu Bakar Baasyir akan siap untuk menandatangani," Rohim menandaskan.
Advertisement