Wawancara Khusus Ma'ruf Amin: Ekonomi Syariah Jadi Pilar Utama

Ma'ruf Amin terpilih sebagai calon wakil presiden pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019.

oleh Raden Trimutia Hatta diperbarui 22 Feb 2019, 18:36 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2019, 18:36 WIB
Ma'ruf Amin Berencana Bagikan Bola Saat Kunjungi Daerah
Cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin saat Ngopi Bareng di kediamannya di Jalan Situbondo, Jakarta, Rabu (12/12). Ma'ruf Amin berencana membagikan bola ketika memulai kunjungannya ke berbagai daerah. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum nonaktif Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin terpilih sebagai calon wakil presiden pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019. Dalam kesempatan wawancara khusus dengan tim Liputan6, Ma'ruf Amin mengungkap konsep ekonomi syariah yang akan diterapkannya bila terpilih pada Pilpres 2019.

Berikut ini petikan wawancara khusus dengan Ma'ruf Amin:

Pada 2014 Jokowi tidak mendulang suara terlalu banyak di Banten. Sebagai orang asli Banten apa kah optimis tahun ini bisa memberikan dukungan suara yang lebih?

Sangat optimis ya. Bagi masyarakat Banten, tentu dipilihnya saya sebagai calon wakil presiden, itu membuat mereka sangat berterima kasih.

Di kantong-kantong mana saja yang kira-kira sudah dilihat dan ini akan memberikan suara yang besar untuk pasangan nomor urut 01?

Ya, karena dulu memang agak jauh ketinggalan, jadi memang kita langsung menggenjot, dan sekarang sudah semua rata. Itu sudah di atas. Bahkan ada kabupaten-kabupaten yang jauh tinggi ya. Lebak itu sudah 63%, Pandeglang sudah 54%. Karena itu saya berharap banten minimal 70% lah kira-kira.

Apakah dengan terpilihnya Pak Kiai ini juga mematahkan stigma yang selama ini beredar bahwa Jokowi ini anti-Islam?

Ya, saya kita itu kan karena gorengan-gorengan saja, karena medsos saja. Sebenarnya Jokowi memang tidak anti-Islam, tidak antiulama.

Bicara soal umat muslim, apakah Pak Kiai mungkin ada rencana bagaimana cara meyakinakan umat muslim agar memilih pasangan nomor urut 01?

Iya, karena saya kan, bahwa negara ini final, bahwa negara ini majemuk, karena itu harus dijaga kemajemukan itu. Nah, persaudaraan yang universal ini yang ingin kita jaga. Apalagi di tingkat nasional. Karena itu maka saya itu mengunjungi mereka.

Saya kan ke Sumut, ke Balige saya. Saya ke Tarutung, Saya ke HKBP terus. Ya saya bicara di sana, di depan pendeta-pendeta HKBP seluruh Indonesia, kebetulan ada Raker di sana, rapat kerja. Saya mengemukakan, untuk pilpres sebenarnya tidak menambah suara. Di sana itu udah 90% Jokowi lah. Tapi mereka ingin tahu visi saya, gitu. Dan mereka welcome.

Kabarnya yang tertarik sama sosok Pak Ma'ruf Amin ini bukan hanya masyarakat di Balige misalnya, atau di Tarutung misalnya, tetapi juga pendukung Ahok, betul kah?

Ya, saya bilang, Waktu itu kan sudah masa lalu. sudah selesai tidak ada masalah, sudah kelar. Sekarang ini kan kita sudah harus justru memabangun keutuhan bangsa ini. Ya siapapun dia. Jadi soal Ahok itu soal penegakan hukum. Bukan soal dia nonmuslim. Bukan dia etnis tertentu, bukan. Tidak ada hubungannya.

Ya jadi tanda itu etnis kita, kita sudah sepakat, bahwa negara ini egara yang majemuk, yang bhineka, yang harus kita jaga. Tidak boleh ada perlakuan diskriminatif pada pihak manapun. Dan ini yang saya kira harus kita jaga pada pihak manapun.

Ekonomi Syariah

Kalaupun ada kesempatan bertemu Ahok nih, apakah Pak Kiai bersedia?

Oh, kapan saja bersedia. Bagi saya dengan siapa saja harus bertemu. Karena kita ingin orang pun, andai kata tidak mendukung saya pun, saya bertemu. Saya siap saja bertemu. Karena andai kata saya terpilih bersama pak Jokowi kan mereka harus saya rangkul juga.

Mungkin enggak ekonomi syariah itu dikembangkan bagi seluruh wilayah di Indonesia sehingga akhirnya jadi salah satu fondasi ekonomi yang kuat?

Iya, pasti. Saya melihat ekonomi syariah itu sebagai triggered untuk ekonomi baru. Ekonomi lebih sejahtera, lebih baik. Dalam mengembangkan tadi, maksimal (vitality), ekonomi syariah menjadi triggered-nya. Menjadi pilar utama. Karena memang potensinya besar sekali.

Kan masyarakat UNICEF kan mayoritas muslim. Tentu mereka sangat suka. Yang kedua, lapisan masyarakat kita terbesar itu kan ummat. Umat itu bagian bangsa terbesar yang masih dalam posisi yang harus kita naikin.

Dalam suatu kesempatan Pak Kyai ini pernah menyampaikan, bahwa menjadi cawapres ini merupakan ikhtiar menanam pohon yang hasilnya kana dinikmati anak cucu. Pohon apa ini Pak Kiai?

Saya itu kan ada kritik lah pada saya. Kok sudah tua masih mau jadi cawapres? Saya bilang, saya terinspirasi oleh cerita tentang orangtua menanam pohon. Ketika ditanya, menagapa kok sudah tua menanam pohon? Bapak kan tidak akan menikmati? Pohon belum berbuah, bapak sudah mati duluan.

Nah, saya menanam pohon itu bukan untuk diri saya. Tetapi untuk generasi sesudah saya, dan saya pun begitu.

Kalau boleh saya bertanya, satu saja. Apasih mimpi besar Pak Kiai untuk Indonesia?

Semula saya itu hanya ingin menjadi ulama, Kiai saja, meneruskan leluhur saya. Tetapi ketika saya lewat jalur kultural, Tapi ketika saya diminta untuk mendampingi Pak Jokowi, maka saya juga kalau begitu apa yang saya lakukan secara kultural akan kita bawa secara struktural. Kita jadikan kekuasaan ini yang bisa mensejahterakan masyarakat, lahir dan bathin.

 

Saksikan wawancara khusus dengan Ma'ruf Amin selengkapnya dalam video di bawah ini:

Wawancara Khusus Ma'ruf Amin:

 

 

Reporter: Dewi Larasati

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya