Liputan6.com, Jakarta - Hasil sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar, Nahdlatul Ulama ( NU) menyarankan, agar Warga Negara Indonesia (WNI) non-Muslim tidak lagi disebut sebagai kafir. Menurut para ulama kata kafir dianggap mengandung unsur kekerasan teologis.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengapresiasi pernyataan tersebut. Kendati demikian ia percaya jika selama ini masyarakat Indonesia bisa saling menghormati. Sehingga kata 'kafir' jarang diucapkan terhadap orang lain. JK juga mengakui bahwa kata 'kafir' memang ada di dalam Alquran.
Baca Juga
"Saya kira jarang orang berbicara kafir. Bahwa itu ada di Alquran, Iya pasti. Tapi kita juga saling menghormati satu sama lain. Sehingga tidak pernah menyebut kau kafir, kan tidak," ujar JK di Balai Kota Solo.
Advertisement
Pimpinan Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Abdul Moqsith Ghazali, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/02) menyampaikan, saran melarang menyebut warga negara non-Muslim sebagai kafir tersebut bukan untuk menghapus istilah kafir dalam Alquran maupun Hadits.
"Ini hanya untuk mengimbau masyarakat yang seringkali menyematkan label diskriminatif pada sebagian kelompok warga yang beragama Islam namun berbeda pendapat maupun non-Muslim," jelasnya.Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Untuk Jaga Keutuhan
Sementara, Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin sepakat dengan rekomendasi Nahdlatul Ulama, supaya tidak lagi menggunakan kata kafir untuk menjaga keutuhan bangsa.
"Ya mungkin supaya kita menjaga keutuhan, sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, mendeskriminasikan gitu. Mungkin punya kesepatakan untuk tidak menggunakan istilah itu," ujar Ma'ruf di kediamannya, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/3/2019).
Reporter : Arie Sunaryo
Sumber: Merdeka
Advertisement