Muncul Tagar Indonesia Calls Observer, Ini Respons Pemantau Pemilu Asing

Lestari merasa tagar itu kurang tepat dimunculkan. Hal itu disebabkan seolah-olah Indonesia meminta bantuan internasional karena keadaan darurat.

oleh Yopi Makdori diperbarui 27 Mar 2019, 09:39 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2019, 09:39 WIB
Ilustrasi Pemilu 2019
Badut berbentuk kotak suara Komisi Pemilihan Umum (KPU), ondel-ondel, dan marching band ikut meramaikan pawai Deklarasi Kampanye Damai di Monas, Minggu (23/9). (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Tanda pagar (Tagar) Indonesia Calls Observer meramaikan jagad media sosial dalam beberapa hari ini. Intinya, para pembuat tagar itu menginginkan agar Pemilu 2019 turut dipantau oleh lembaga pemantau pemilu asing

Ketidakpercayaan terhadap independensi penyelenggara pemilu seperti KPU maupun Bawaslu jadi pemicu munculnya tagar tersebut.

Terkait hal itu, pemantau pemilu dari International dari Asian Network for Free Election (ANFREL), Lestari Nurhayati menilai pengguliran tagar tersebut berlebihan.

Dia beranggapan, kemuculan tagar Indonesia Calls Observer atau INA election Observer SOS tanya membuat kesan seakan-akan kondisi Indonesia sedang genting.

"Sebetulnya kan selama ini  teman-temen internasional observers sudah datang, selalu datang di setiap pemilu di negara-negara sahabat, karena pengalaman saya sejak 2008, saya pertama kali diundang ke Nepal untuk mengawasi pemil di sana," kata Lestari saat dihubungi Liputan6.com, Selasa, 26 Maret 2019.

Lestari merasa tagar itu kurang tepat dimunculkan. Hal itu disebabkan seolah-olah Indonesia meminta bantuan internasional karena keadaan darurat. 

"Kita kan tidak dalam keadaan darurat. Dan selama ini memang sudah wajar intenasional observers datang dan meninjau. Tidak perlu teriak-teriak seolah-olah kita ini dalam keadaan gawat, genting," terang Lestari.

Beda Pemilu di Negara Genting

Lestari juga menceritakan pengalamannya saat ia mengawasi pemilu di Afghanistan pada 2014. Di sana, dirinya merasa bahwa negara itu seakan-akan tidak berdaya karena segala keputusan pemilu ditentukan oleh PBB.

"Saya sebagai pemantau internasional ya miris aja gitu semua keputusan diambil oleh UN (PBB)," ucap Dosen London School of Public Relation (LSPR) itu.

Lestari menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah bekerja secara profesional karena telah mengundang 33 negara untuk memonitoring pada Pemilu 2019 nanti. Kendati demikian, Lestari tetap menekankan perlu adanya kritik terhadap lembaga itu.

"KPU, Bawaslu harus diawasi. Saya ini banyak melakukan kritik. Bukan berarti kita tidak percaya (terhadap KPU dan Bawaslu), mengkritisi iya, tapi bukan berarti kita mesti teriak-teriak meminta bantuan asing," tandas Lestari.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya