Liputan6.com, Jakarta - Rabu 22 Mei 2019 menjadi sahur terakhir M Reyhan Fajari. Remaja 16 tahun ini tewas di tengan kerusuhan di depan Asrama Brimob, Petamburan, Jakarta Pusat. Pil pahit bagi keluarga. Berharap pembunuh remaja masjid ini terungkap dan diganjar hukuman setimpal.
Jam bergerak pukul 02.30 WIB. Artinya, Reyhan dan teman-teman bersiap untuk membangunkan warga sekitar untuk sahur. Sembari menunggu pergerakan, rutinitas yang biasa dia dan kelompoknya lakukan adalah membersihkan masjid Al Istiqomah yang berjarak lima meter dari kediamannya di Jl Petamburan V, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Kerusuhan pecah di Jalan KS Tubun, Jakarta Barat. Almarhum yang saat itu membuang sampah ke ujung Jl Petamburan IV membuat dia dan temannya untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Advertisement
"Sekitar jam setengah tiga saya dan Reyhan membuang sampah ke ujung barat Jalan Petamburan IV, lalu pas pulang di ujung timur Jalan Petamburan IV mendengar ramai-ramai. Kami ke sana untuk melihat. Di sana banyak orang," kata Muhammad Reyhan, salah sorang sahabat Reyhan, Sabtu (25/5/2019).
Fahmi Agustin yang juga sahabat sekaligus saksi mata saat Reyhan terjatuh menuturkan, ia melihat Reyhan tiba-tiba terjatuh di ujung Jalan Petamburan IV yang mengarah ke Jalan KS. Tubun, yang berhadapan dengan asrama Brimob saat mereka hendak melihat aksi massa yang ricuh di Jalan KS. Tubun.
"Reyhan tiba-tiba terjatuh dan saya lihat di punggungnya banyak darah," kata Fahmi.
Saat itu, Fahmi beserta warga langsung menggotong tubuh Reyhan untuk dibawa ke Masjid Al Barokah yang lokasinya tidak jauh dari tempat Reyhan terjatuh. Warga yang ikut menolong menutup kepala Reyhan dengan serban.
Saat digotong, menurut keterangan Fahmi, Reyhan masih bernafas. Sedangkan Muhammad Reyhan, saat itu tidak melihat kalau temannya terjatuh, namun ia mengaku mendengar semacam desingan peluru dari dekat telinganya. Cepat dan bergerak cepat.
"Enggak tahu siapa yang nembak, gelap," kata Reyhan.
Â
Berharap Keadilan
Saat dia berhasil melalui kerusuhan dia mendengar sahabatnya menjadi korban penembakan. Dia langsung bergegas memberi tahu orangtua Reyhan terkait kondisi yang menimpa sahabatnya itu.
Kondisi jalan cukup gelap. Dia harus bersikap waspada karena suasana di sekitar wilayah tersebut masih mencekam diliput kerusuhan.
Tiba di rumah sahabatnya, Reyhan berdebar harus berkata apa. Namun, tidak ada pilihan lain selain tetap memberikan kabar itu kepada orangtua Reyhan.
Sang ayah, Agus Salim yang sehari-hari berprofesi sebagai pengemudi ojek online, mengaku langsung ke Masjid Al Barokah setelah mendengar kabar soal anaknya. Kemudian Reyhan segera dibawa ke Rumah Sakit TNI Angkatan Laut dr. Mintohardjo, Bendungan Hilir, sekitar pukul 08.00 WIB. Di rumah sakit itu, dokter meminta kepada Agus supaya anaknya dioutopsi.
"Dokter minta dioutopsi tapi di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Katanya sudah protapnya (prosedur tetap) begitu," kata Agus.
Karena ia mengaku percaya dengan prosedur yang diterapkan pihak yang berwenang, akhirnya dirinya mengikuti saran dokter RS Mintohardjo agar anaknya dioutopsi di RS Polri. Pukul 16.00 WIB, pihak RS Polri menyerahkan jenazah Reyhan kepada pihak keluarga. Tidak ada penjelasan penyebab pasti kematian anak mereka.
Suasana duka membuat mereka tidak mau memperdebatkan apa hasil dari outopsi sang anak yang aktif di masjid setempat.
"Saya pingin segera menguburkan anak saya, kasian," kata Agus.
Di kediamannya, Agus hanya dapat melihat anaknya terbujur kaku berbalut kain kafan. Dia tidak memperhatikan bagian tubuh lain selain wajah sang anak yang sudah pucat pasi. Sang istri terlihat masih dirundung duka mendalam.
"Saya cium kedua pipinya. Saya nangis di sana," kata Agus.
Agus ikhlas atas kepergian anak keduanya itu. Kendati demikian, ia berharap pelaku pembunuhan Reyhan bisa ditemukan dan segera diadili.
"Saya menuntut keadilan, tapi tidak mau ada outopsi lagi terhadap jenazah Reyhan. Saya berharap ada keadilan bagi Reyhan," kata dia.
Â
Advertisement
Bentuk Tim Investigasi
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal mengatakan, atas perintah Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Polri sudah membentuk tim meninggalnya korban dari massa yang melakukan aksi 21 dan 22 Mei 2019.
"Untuk itu Bapak Kapolri sudah membentuk tim. Membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Irwasum Polri," kata Iqbal di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Tujuan pembentukan tim, untuk mencari penyebab dari kematian saat aksi 21 dan 22 Mei 2019, apalagi ada pihak yang menyebut karena luka tembak. "Untuk mengetahui apa penyebabnya dan semua aspek," jelas Iqbal.
Dia menegaskan, mereka yang meninggal adalah massa perusuh saat aksi 21 dan 22 Mei 2019. Bukan dari massa yang melakukan aksi damai, ataupun masyarakat biasa.
"Itu yang harus diketahui oleh publik, bahwa yang meninggal dunia adalah massa perusuh. Bukan massa yang sedang berjualan, massa yang beribadah, tidak. Sudah membentuk tim investigasi terhadap diduga meninggalnya 7 orang massa perusuh," pungkas Iqbal.
Polisi telah menetapkan 11 tersangka atas kasus kerusuhan pada 21-22 Mei 2019. Kesebelas tersangka itu telah diamankan pada hari yang sama.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, 11 tersangka itu tergabung dalam satu kelompok sama. Mereka terancam hukuman pidana penjara selama lima tahun.
"Sebelas tersangka itu akan dijerat Pasal 170 dan Pasal 214 KUHP," kata Dedi seperti dilansir dari Antara, Sabtu (25/5/2019).