KPK Tetapkan 2 Pejabat Imigrasi Mataram Jadi Tersangka Suap

KPK juga menetapkan Direktur PT Wisata Bahagia yang juga pengelola Wyndham Sundacer Lombok Liliana Hidayat sebagai tersangka.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 28 Mei 2019, 21:19 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2019, 21:19 WIB
Kenakan Masker, Kepala Kantor Imigrasi Mataram Tiba di Gedung KPK
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie (tengah) tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/5/2019). Kurniadie terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama tujuh orang lainnya. (Liputan6.com/HO/Joni)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Klas I Mataram Kurniadie (KUR) dan Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI) sebagai tersangka kasus dugaan suap izin tinggal di lingkungan kantor Imigrasi NTB tahun 2019.

Selain dua pejabat Imigrasi Klas I Mataram, KPK juga menetapkan Direktur PT Wisata Bahagia (WB) yang juga pengelola Wyndham Sundacer Lombok Liliana Hidayat (LIL) sebagai tersangka. Liliana diduga menyuap kedua pejabat Imigrasi Mataram dalam kasus ini.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2019).

Alex mengatakan, awalnya Penyidik PNS (PPNS) di Kantor Imigrasi Klas I Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal. Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa, tapi ternyata diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.

Mengetahui dua WNA tersebut diamankan, Liliana mencari cara melakukan negosiasi agar proses hukum dua WNA tersebut tak berlanjut. Menurut Alex, kantor Imigrasi Klas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019.

"YRI kemudian menghubungi LIL untuk mengambil SPDP tersebut," kata Alex.

Alex mengatakan, permintaan pengambilan SPDP ini diduga sebagai kode untuk menaikkan harga untuk menghentikan kasus.

"LIL (Liliana) kemudian menawarkan uang sebesar Rp 300 juta untuk menghentikan kasus tarsebut, namun YRI (Yusriansyah) menolak karena jumlahnya sedikit," kata Alex.

Menurut Alex, dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara tersebut Yusriansyah berkoordinasi dengan atasannya Kurniadie. Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga.

"Akhimya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara 2 WNA tersebut adalah Rp 1,2 miliar," kata Alex.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Kurniadie dan Yusriansyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Liliana disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya