PDIP: Fitnah dan Hoaks Itu Pelanggaran Hukum, Bukan Kritik

Harus dibedakan antara mengkritik dengan memfitnah, menyebar hoaks, menghasut, dan mengujarkan kebencian.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 29 Mei 2019, 09:39 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2019, 09:39 WIB
Charles Honoris
Politikus PDIP Charles Honoris

Liputan6.com, Jakarta Politikus PDIP Charles Honoris meminta agar serangan finah, hoaks dan hasutan kepada Presiden Jokowi tidak direduksi menjadi sekadar kritik. Charles menyebut, penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian terhadap penyebar hoaks semata-mata menjalankan perintah undang-undang.

Siapapun yang melakukan fitnah, menyebar hoaks, menghasut akan ditindak polisi. "Tanpa penduli mereka pendukung 01 atau 02 atau nonpartisan sekalipun," kata Charles dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/5/2019).

Ia meminta agar proses hukum yang dilakukan kepolisian tidak dipolitisasi, sehingga menimbulkan persepsi seolah-olah pemerintah antikritik.

"Padahal, Pak Jokowi sejatinya tidak antikritik. Mungkin karena Jokowi berasal dari kalangan orang biasa, jadi kadar sensitivitasnya terhadap kritik bahkan terlalu rendah, jika dibanding pemimpin lain dari kalangan elite yang suka cepat tersinggung, sebentar-bentar marah dan menggebrak meja," ujarnya.

Anggota Komisi I/Fraksi PDI Perjuangan DPR itu menyatakan, harus dibedakan antara mengkritik dengan memfitnah, menyebar hoaks, menghasut, dan mengujarkan kebencian. Mengkritik jelas tidak melanggar hukum.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Diatur Undang-Undang

Sementara memfitnah, menyebar hoaks, menghasut dan mengujarkan kebencian, menurutnya adalah pelanggaran hukum yang sudah diatur sejumlah undang-undang, seperti KUHP, UU ITE, UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

"Perlu diketahui, dua UU terakhir juga disetujui Fraksi Gerindra yang belakangan kerap memprotes penegakan hukum atas UU tersebut. Sekarang Gerindra punya kader-kader di DPR, jadi kalau partai besutan Prabowo itu ingin masyarakat bebas memfitnah," jelasnya.

Politisasi yang dilakukan Gerindra dan kubu 02, lanjut Charles, berniat mengaburkan pandangan masyarakat terhadap tentang apa yang melanggar hukum dan tidak. Seolah-olah hoaks, fitnah, dan penghasutan hanyalah sebatas kritik.

"Misalnya saja Eggi Sudjana yang kedapatan menghasut para pendukung 02 untuk melakukan keonaran dan menabrak ketentuan-ketentuan hukum. Kemudian Mustofa Nahrawardaya yang ditangkap setelah sekian banyak menyebar hoaks," katanya.

Charles mengingatkan agar politikus jangan sekali-kali mengaburkan berbagai pelanggaran hukum dengan satu kata bernama kritik. "Jangan hanya karena alasan politik, pelanggaran hukum berupa hoaks, fitnah, penghasutan dan ujaran kebencian direduksi dan disebut sebagai sekadar kritik," ia memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya