Romo Benny: Hasil Sengketa Pilpres 2019 di MK Harus Jauh dari Penggiringan Opini

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menangani sidang sengketa Pilpres 2019 pun dipertaruhkan sikap independensinya.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 15 Jun 2019, 14:25 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2019, 14:25 WIB
Budi Gunawan Ditunjuk Sebagai Kapolri, Tokoh Lintas Agama Angkat Bicara
Romo A Benny Susetyo memberikan pernyataan seputar penunjukan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri oleh Presiden Joko Widodo di gedung PGI Jakarta, Sabtu (17/1/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP RI) Romo Benny Susetyo menyampaikan, hasil sengketa Pilpres 2019 yang kini dipersidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat diintervensi oleh data yang bersifat asumtif dan penggiringan opini publik. Hakim yang menangani pun dipertaruhkan sikap independensinya.

"Keputusan MK kan kembali kepada kedaulatan yang menjadi dasar hukum konstitusi. Nah kalau sudah menjadi dasar, artinya keputusan MK harus dihargai sebagai kedaulatan. Makanya MK harus tunduk kepada kedaulatan rakyat sebagai hukum tertinggi," tutur Benny saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (15/6/2019).

Keputusan MK berdasarkan kedaulatan rakyat, kata dia, artinya harus dihasilkan lewat data yang bersifat valid dan fakta. Untuk mecapai hal tersebut pun, hakim harus pandai menilai bukti yang dihadirkan di persidangan.

Termasuk, pihak penggugat agar dapat membawa data yang kredibel dan menjauhi alat bukti yang bersifat opini.

"Maka pengambilan keputusan harus betul-betul memperhatikan aspek-aspek konstitusi. Ya sesuai dengan mandatnya. Jadi kalau yang digugat itu kecurangan pemilu, maka harusnya fokus kepada kecurangannya dan alat buktinya. Kalau alat buktinya tidak valid, mengada-ada, dan tidak bisa dibuktikan, Mahkamah Konstitusi harus berani bersikap. Maksudnya, independensi hakim jangan diganggu oleh asumsi atau persepsi sendiri yang digiring," jelas dia.

Menurut Benny, keputusan hakim MKtidak bisa diatur oleh opini dan persepsi. 

"Maka hakim konstitusi dituntut independensi dan punya moralitas dan punya keteguhan serta ketegasan dalam pengambilan keputusan. Jadi jangan tunduk kepada opini publik. Itu bahaya. MK harus tunduk kepada kedaulatan rakyat sebagai hukum tertinggi," Benny menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tuntutan Prabowo-Sandi

Tim Kuasa Prabowo-Sandiaga Bambang Widjojanto menyampaikan 15 poin tuntutan dalam permohonan gugatan hasil Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat 14 Juni 2019.

Bambang menyebut alasan-alasan yang disampaikan pun telah dikuatkan berdasarkan bukti-bukti yang terlampir.

Dalam poin pertama, Bambang meminta MK dapat mengabulkan permohonan pemohon secara keseluruhan.

Lalu yang kedua yaitu, MK dapat menyatakan batal dan tidak sah Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, DewanPerwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 dan Berita Acara KPU RI Nomor 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019, sepanjang terkait dengan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019.

Ketiga yakni menyatakan perolehan suara yang benar, untuk pasangan Jokowi-Maruf sebesar 63.573.169 atau 48 persen dan pasangan Prabowo-Sandiaga 68.650.239 atau 52 persen. Untuk poin keempat menyatakan paslon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01 Jokowi-Maruf terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu 2019 secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Poin kelima, tim kuasa Prabowo-Sandiaga meminta MK agar membatalkan (mendiskualifikasi) Paslon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Jokowi-Maruf sebagai peserta Pemilu 2019. Keenam yakni menetapkan Paslon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 2 Prabowo-Sandiaga sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024.

Selanjutnya poin ketujuh, memerintahkan kepada Termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo-Sandiaga sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024.

Poin kedelapan yaitu menyatakan Paslon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01 terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Poin sembilan, tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga meminta menetapkan Paslon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024.

Tim kuasa hukum paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selaku pemohon mengikuti sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sidang perdana tersebut memiliki agenda pembacaan materi gugatan dari pemohon. (Lputan6.com/Johan Tallo)

Sedangkan, poin sepuluh yaitu agar MK memerintahkan kepada Termohon untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo-Sandiaga sebagai presiden dan wakil presiden periode tahun 2019-2024.

Kemudian poin sebelas yakni memerintahkan Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945.

Poin duabelas, memerintahkan Termohon untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di sebagian provinsi di Indonesia, yaitu setidaknya di provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah, agar dilaksanakan sesuai amanat yang tersebut di dalam Pasal 22E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945.

Lalu, tigabelas yaitu memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekruitmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU.

Sedangkan poin empatbelas yakni memerintahkan KPU untuk melakukan penetapan pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang.

Sedangkan, poin terakhir yaitu limabelas memerintahkan KPU untuk melakukan audit terhadap sistem informasi penghitungan suara, khususnya namun tidak terbatas pada Situng.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya