Kemendikbud: Sistem Zonasi Dibuat untuk Atasi Masalah Putus Sekolah

Chatarina menyebut banyak anak yang tak bisa meneruskan sekolah karena tereliminir oleh seleksi hasil Ujian Nasional.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Jul 2019, 22:09 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2019, 22:09 WIB
Ilustrasi – Sengkarut pelaksaanaan PPBD zonasi di Banyumas terus terjadi. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Sengkarut pelaksaanaan PPBD zonasi di Banyumas terus terjadi. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud, Chatarina Muliana Girsang menyatakan kebijakan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru 2019 dibuat untuk menjawab tantangan putus sekolah.

Chatarina menyebut banyak anak yang tak bisa meneruskan sekolah karena tereliminir oleh seleksi hasil Ujian Nasional.

Hal ini diperkuat oleh data Bappenas tahun 2018 yang menyatakan angka Tenaga Kerja Indonesia 57,4 persennya masih berpendidikan SMP ke bawah. Padahal negara bertujuan mewajibkan dan membiayai pendidikan anak bangsa dari SD hingga SMP.

"Angka putus sekolah SD dan SMP, ternyata mereka ini diseleksi dengan UN. Ini juga jadi sebab beberapa sekolah negeri jadi terstigma sekolah favorit. Sedangkan anak-anak yang enggak memenuhi syarat banyak putus sekolah," kata Chatarina seperti dikutip dari Antara, Senin (1/7/2019).

Hal ini kemudian diperparah dengan tidak meratanya jumlah sekolah di satu daerah.

Menurut Chatarina, jumlah SMP lebih sedikit dari SD, begitu pun jumlah SMA yang lebih sedikit dari SMP.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Mudah Hitung Kebutuhan Sekolah

Dengan zonasi, dia pun berharap Pemda lebih mudah menghitung kebutuhan sekolah di daerahnya.

"Dengan zonasi juga akan terukur, kalau mengacu sekolah favorit karena upaya gurunya bukan karena anaknya. Sementara Pemda harus menghitung, berapa yang lulus SD, SMP, berapa yang harus ditambah," ucap dia.

Selain itu, jarak sekolah yang dekat dari rumah juga akan membantu anak agar tumbuh bersama orangtua lebih lama dan meningkatkan komunikasi anak dengan orangtua.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya