Liputan6.com, Jakarta - Kasak-kusuk soal jatah kursi menteri mulai disuarakan sejumlah parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf. Dua partai di koalisi pasangan 01, PKB dan Nasdem bahkan mematok jumlahnya. Sementara PPP mengharap ada penambahan posisi di kabinet.Â
Istana pun angkat bicara. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko meminta agar parpol tidak berpijak pada persoalan transaksional semata. Namun lebih untuk memajukan bangsa.
"Jangan terjebak memikirkan gua dapat apa, tapi bicara negara," ujar Moeldoko di Istana, Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Advertisement
Namun begitu, sikap partai yang mematok jatah menteri itu dinilai pengamat politik Adi Priyatno sebagai hal yang lumrah. Ini merupakan bagian konsekuensi politik elektoral.
"Sangat wajar. Makanya politik itu sangat transaksional, dalam arti, kalau sudah pemilu usai, tentu yang dipikirkan adalah bagaimana distribusi kekuasaan itu dibagi secara merata terutama kepada partai-partai pengusung itu," ujar Adi kepada Liputan6.com, Jumat (5/7/2019).
Untuk itu, Adi menilai bahwa pendidikan politik menjadi sangat penting diberikan. Agar masyarakat tidak terlampau buru-buru melihat kejadian politik dari tampak muka saja.
Ia pun menyoroti partai pendukung Prabowo-Sandiaga yang terlihat malu-malu mendekat ke gerbong Jokowi-Ma'ruf. PAN dan Demokrat disebut-sebut akan bergabung bersama Jokowi.
"Kalau itu tergantung bagaimana Jokowi dan partai koalisinya menerima atau tidak. Kalau pun akhirnya ada kabinet kompromi, ya mereka pasti dapat menteri. Kalau sudah, direkrut dan dirangkulkan," ujar dia.
Namun begitu, Adi menilai bahwa itu akan menjadi lucu jika memang terjadi. Karena menurutnya, persaingan hanya terjadi saat pilpres. Setelah usai, semua partai merapat kepada sang pemenang.
"Jadi naif saja rakyat yang terbelah secara ekstrem. Karena di elite mereka ribut-ribut jelang pilpres, setelahnya mereka mencoba bagaimana mengkapitalisasi kekuasaan, kan kasihan rakyatnya," ujar dia.
Kendati demikian, langkah parpol nonkoalisi itu dinilai akan terasa berat. Banyak resistensi yang muncul dari partai pendukung Jokowi.
"Kan mulai terlihat penolakan. PKB ngomong jelas, terus Nasdem juga ngomong jelas, kemudian PDIP juga sudah bilang kalau partai koalisi sudah cukup, begitu kan," ujar dia.
Sementara itu, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menyoroti soal sosok menteri yang pantas duduk di kabinet Jokowi jilid II. Tiga bidang ini harus menjadi perhatian khusus di pemerintahan mendatang.
"Rakyat itu butuh tiga hal. Yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Itu yang fundamental," ujar Ujang saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (5/7/2019).
Dia menilai, menteri yang datang harus harus berasal dari kalangan profesional dan ahli. Jika memang berasal dari kalangan parpol, harus dibedakan antara parpol yang profesional dengan yang tidak.
"Kadang-kadang orang parpol bekerja tidak profesional. Ini yang harus kita ingatkan," ujar dia.
Sedangkan jika ingin menyokong menteri muda duduk di kursi kabinet, dia menyarankan agar tidak asal comot. Ada kriteria yang menjadi landasan dalam menunjuk seseorang menjadi menteri.
"Cari yang profesional, ahli di bidangnya, berprestasi, manfaatnya sudah terasa di masyarakat, dan lalu dia diterima oleh banyak masyarakat. Itu menjadi penting," jelas Ujang.
Sebab, lanjut dia, jabatan menteri merupakan posisi penting dalam menopang kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. "Untuk memimpin kementerian, dibutuhkan orang kuat secara leadership dan ahli di bidang tertentu," kata Ujang.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Koalisi Patok Kursi Menteri
Dengan mengenakan kemeja putih berpeci hitam, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyambangi Istana Negara, Selasa 2 Juli 2019. Dia ditemani sejumlah petinggi partai.
Tampak dalam rombongan itu antara lain, Sekjen PKB sekaligus Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri serta Politikus PKB yang juga Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo.
Pertemuan dengan Jokowi berlangsung tertutup. Cak Imin menampik bahwa mereka membahas soal jatah menteri dalam pertemuan ini. Menurut dia, soal kabinet akan dibicarakan dalam forum berbeda.
"Kabinet kalau seramai ini enggak mungkin. Kabinet pasti empat mata sama saya, kalau seramai ini enggak mungkin dibahas," kata Cak Imin di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 2 Juli 2019.
Dia mengungkapkan, agenda pembicaraan soal menteri akan digelar pada pertengahan Juli 2019. Dalam pertemuan itu, semua pejabat partai koalisi akan diundang.
"Kapan benarnya, ya nanti kita lihat. Pastilah (dengan para Ketum)," ujar Cak Imin.
Meski begitu, Cak Imin mengaku telah menyorongkan 10 nama kader terbaik PKB kepada Jokowi untuk dijadikan menteri. Dia menilai, partainya layak mendapat jatah menteri lebih banyak ketimbang parpol pengusung lainnya.
"Semoga dari PKB yang masuk ke DPR ada 60 orang, dan semoga 10 menteri dari PKB," kata Muhamin pada 18 Mei 2019 lalu.
Cak Imin meyakini Jokowi akan melihat rekam jejak PKB, yang telah mendukungnya sejak Pilpres 2014. Untuk itu, dia sangat berharap PKB akan mendapatkan kursi menteri sebanyak-banyaknya.
"Ya berdoa sebanyak-banyaknya pasti. Kita ngusulin juga banyak tapi yang diterima belum tentu berapa. Usulin sepuluh minimal lah," tuturnya.
Seolah tak ingin kalah dengan PKB, Nasdem juga mengincar kursi menteri dengan jumlah yang lebih besar. Sebab Nasdem dianggap memiliki perolehan kursi yang lebih dari PKB.
"Suara Nasdem kan lebih besar daripada PKB di DPR, berdasarkan kursi, maka sepantasnya Nasdem mengusulkan 11," kata Anggota Dewan Pakar Partai Nasdem Teuku Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Senayan, Jakarta, Rabu 3 Juli 2019.
Sementara parpol koalisi lainnya, PPP, tak ingin terlalu tinggi mematok kursi menteri. Partai berlambang Kabah itu menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi.
"PPP ingin portofolionya bertambah di pemerintahan mendatang. Kalau portofolionya apa, terserah Pak Presiden nanti. Itu kan hak prerogatif Presiden," kata Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani di Posko Cemara, Jakarta, Selasa, 27 Mei 2019.
Dia membandingkan dengan kondisi Pilpres 2014 lalu. PPP kala itu tidak bersusah payah mengusung Jokowi-JK dan langsung menikmati kursi menteri.
"Kalau ini kan PPP ikut berjuang bersama-sama di awal. Bahkan PPP masuk sebagai partai yang pertama-tama mendeklarasikan dukungan Jokowi. Lebih dulu dari PKB kan," jelas Arsul.
Advertisement
PDIP Dapat Apa?
Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK memiliki rumus tersendiri terkait susunan menteri kabinet Jokowi jilid II. Menurut dia, susunan kabinet kerja Jokowi-Ma'ruf Amin periode 2019-2024 akan diisi oleh banyak calon menteri dari partai politik.
Mengenai partai mana yang mendapat jatah menteri, dia menilai tergantung dari hasil pemilihan legislatif 2019. PDIP dianggapnya berpotensi paling banyak mendapatkan jatah menteri.
"Jadi partai yang paling besar katakanlah PDIP seperti sekarang, maka menterinya paling banyak di kabinet, otomatis," kata JK di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 2 Juli 2019.
JK menilai, wajar kabinet gabungan diisi oleh calon menteri dari partai politik dan profesional. Menurut dia, partai politik juga pasti adalah seorang yang profesional. Sehingga kualitasnya tidak kalah dengan menteri dari kalangan profesional.
"Itu juga tidak berarti tidak profesional. Banyak juga menteri dari partai juga profesional," ujar JK.
Sementara itu, Wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amin menilai, pembagian kursi menteri akan disesuaikan dengan partai koalisi yang ada.
"Ada sekian partai koalisi. Tentu jumlahnya disesuaikan," ucap Ma'ruf di kediamannya, Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Dia menambahkan, sampai kini pihaknya belum membahas masalah kursi kabinet. Sehingga untuk nama belum ada yang muncul.
"Belum, belum, masing-masing berapa, apalagi orangnya. Kan belum dibahas," ujar Ma'ruf.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut, sejak awal pembentukan kabinetnya, tidak ada istilah jatah-jatahan kursi menteri untuk partai politik pendukungnya.
"Dalam politik bukan masalah, tanya saja ke partai-partai apa pernah kita bicara masalah menteri? Atau menteri apa? Enggak pernah," kata Presiden Jokowi dalam wawancara khusus dengan Tim LKBN Antara di Istana Merdeka Jakarta, Rabu 12 Juni 2019.
Menurut Jokowi, semua partai pendukungnya sudah mafhum bahwa penyusunan kabinet merupakan hak prerogatif presiden.
Namun ia menjelaskan bahwa kemudian wajar jika ada partai-partai tertentu dengan persentase perolehan suara yang besar mendapatkan porsi kursi menteri yang lebih banyak.
"Kalau beliau-beliau tahu itu hak prerogatif presiden, ya logis persentase gede masa diberi menteri satu, yang persentase kecil diberi menteri empat, ya enggak gitu, bukan penjatahan, normal saja," katanya.
Hal itu dianggapnya bukan sebagai penjatahan. Menurut dia, ini merupakan sesuatu yang wajar terjadi dalam dunia politik dan pemerintahan. Dengan cara itu, Jokowi mengaku tetap bisa mempertahankan kekompakan koalisi pendukungnya selama ini.
"Nyatanya lima tahun kemarin tidak ada masalah, semua dengan komunikasi, baik dengan ketua umum partai, dengan sekjen-sekjen, semua bisa dibicarakan saya kira dari pengalaman tidak ada masalah," katanya.
Sikap PDIP
Sementara itu, Wasekjen PDIP Eriko Sotarduga memastikan, partainya tidak pernah meminta jatah kursi menteri. Namun begitu, PDIP akan memberikan kader terbaik jika Jokowi meminta pihaknya untuk mengisi posisi menteri.
"Tidak harus namanya meminta. Pasti akan diberikan yang terbaik. Kenapa? Karena memang beliau juga datang dari PDI Perjuangan," ungkap Wasekjen PDIP Eriko Sotarduga, di kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis 4 Juli 2019
Soal menteri ini, imbuh dia, PDIP memberikan wewenang penuh kepada Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang akan berdiskusi dengan Presiden Jokowi.
"Biarlah nanti dua tokoh memutuskan siapa atau berapa orang. Jangan kita lah," jelas Eriko.
Sementara terkait patokan jatah menteri parpol koalisi, PDIP menyerahkannya kepada Presiden Jokowi. Susunan kursi menteri merupakan ranahnya presiden.
"Sebagai partai terbesar ya dengan kursi terbesar di DPR kami menghormati konstitusi. Kalau itu merupakan kewenangan presiden kita serahkan pada presiden," kata Ketua DPP PDIP, Hendrawan Supratikno, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Hendrawan menegaskan, sebagai partai besar ia ingin memberikan contoh yang baik dan sesuai konstitusi. Salah satunya dengan tidak asal klaim jatah kursi menteri.
"Dan sebagai partai terbesar kami juga harus memberikan tuntunan, memberikan teladan ya tidak klaim-klaim seperti itu," ungkapnya.
Soal jatah kursi menteri, Hendrawan masih menutup rapat berapa banyak yang diinginkan partainya. Namun, lanjutnya, penentuan kursi kabinet harus ada azas kepatutan.
"Tidak. Kami tidak, itu ada azas kepatutan, you lihat aja, kalau yang lain kursinya sepertiga dari kami terus minta 10, terus kami minta berapa?," ucapnya.
Hendrawan juga tidak ambil pusing dengan partai koalisi yang sering menyebut jumlah kursi menteri yang diinginkan. Bagi dia, ucapan itu hanya manuver politik.
"Ini kan hanya manuver-manuver dan ya pemberian isyarat sinyal. Presiden itu menghadapi isyarat-isyarat seperti ini, bisa ketua umum partai juga. Kadang-kadang menyampaikan itu hanya untuk mengisi berita media," tandasnya.