Istana Tegaskan Tak Bisa Intervensi Pansel Capim KPK

Sebelumnya, Koalisi Kawal Capim KPK menuntut Presiden Jokowi memanggil dan mengevaluasi Pansel Capim KPK 2019-2023.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 28 Agu 2019, 08:43 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2019, 08:43 WIB
Wawancara Kepala Staf Presiden Moeldoko Dengan KLY
Kepala Staf Presiden Moeldoko saat wawancara dengan KLY di Jakarta, Rabu (16/1). Dalam wawancara tersebut Moeldoko memaparkan kinerja kerja pemerintahan Jokowi-JK hingga saat ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak meminta agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengevaluasi panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (pansel capim KPK). Istana menegaskan, Pansel Capim KPK tidak bisa diintervensi.

"Saya enggak boleh campuri, itu otoritasnya panitia seleksi. Enggak boleh," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Selasa 27 Agustus 2019.

Adapun hal yang dikritisi dalam proses seleksi capim KPK yaitu soal adanya dugaan konflik kepentingan. Moeldoko menyebut kritik yang disampaikan tersebut masih bisa ditangani oleh pansel capim KPK.

"Masih bisa diatasi sama pansel. Kan masih bisa diatasi oleh pansel. Sudah ditunjuk kok (sama Presiden Jokowi)," ucap dia.

Sebelumnya, Koalisi Kawal Capim KPK menuntut Presiden Jokowi memanggil dan mengevaluasi Pansel Capim KPK 2019-2023. Termasuk salah satunya mengevaluasi indikasi konflik kepentingan.

Koalisi juga menyoroti tindakan dan pernyataan pansel serta proses seleksi capim KPK. Pertama tentang isu radikalisme.

Anggota Koalisi Kawal Capim KPK, Asfinawati menyebut, pada 25 Juni 2019 Pansel Capim KPK mengembuskan isu radikalisme pada proses pemilihan pimpinan KPK. Hal ini tidak relevan lantaran yang seharusnya disuarakan adalah aspek integritas.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sorotan Pembentukan Pansel

Capim KPK
Ketua Pansel KPK Yenti Ganarsih (tengah) mengangkat tangan bersama anggota usai memberikan keterangan hasil profile assessment calon pimpinan KPK periode 2019-2023 dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (23/8/2019). Sebanyak 20 orang berhasil lulus dalam tes tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kedua, koalisi sipil menyoroti penegak hukum aktif menjadi pimpinan KPK. Asfinawati mengatakan, pada 26 Juni 2019 pansel menyebut bahwa lebih baik pimpinan KPK ke depan berasal dari unsur penegak hukum. Alasannya, penegak hukum dipandang lebih berpengalaman dalam isu pemberantasan korupsi.

Ketiga, masalah kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dalam berbagai kesempatan, pansel kerap menyebut isu kepatuhan LHKPN tak dijadikan faktor penentu dalam proses seleksi pimpinan KPK.

Menurut Asfinawati, pansel tidak paham bahwa salah satu indikator untuk mengukur integritas seorang penyelenggara negara atau penegak hukum adalah kepatuhan LHKPN. Hal tersebut juga perintah undang-undang kepada setiap penyelenggara negara dan penegakan hukum.

Keempat, koalisi sipil menyayangkan Keppres pembentukan pansel tidak dapat diakses publik. Kelima, mengenai waktu proses seleksi yang tidak jelas.

Menurut Asfinawati, sejak awal pembentukan pansel tidak ada sama sekali pemberitahuan bagi publik terkait jadwal pasti proses seleksi pimpinan KPK. Hal itu tentu merugikan para calon serta masyarakat sebagai fungsi kontrol.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya