Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak meminta agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengevaluasi panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (pansel capim KPK). Istana menegaskan, Pansel Capim KPK tidak bisa diintervensi.
"Saya enggak boleh campuri, itu otoritasnya panitia seleksi. Enggak boleh," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Selasa 27 Agustus 2019.
Baca Juga
Adapun hal yang dikritisi dalam proses seleksi capim KPK yaitu soal adanya dugaan konflik kepentingan. Moeldoko menyebut kritik yang disampaikan tersebut masih bisa ditangani oleh pansel capim KPK.
Advertisement
"Masih bisa diatasi sama pansel. Kan masih bisa diatasi oleh pansel. Sudah ditunjuk kok (sama Presiden Jokowi)," ucap dia.
Sebelumnya, Koalisi Kawal Capim KPK menuntut Presiden Jokowi memanggil dan mengevaluasi Pansel Capim KPK 2019-2023. Termasuk salah satunya mengevaluasi indikasi konflik kepentingan.
Koalisi juga menyoroti tindakan dan pernyataan pansel serta proses seleksi capim KPK. Pertama tentang isu radikalisme.
Anggota Koalisi Kawal Capim KPK, Asfinawati menyebut, pada 25 Juni 2019 Pansel Capim KPK mengembuskan isu radikalisme pada proses pemilihan pimpinan KPK. Hal ini tidak relevan lantaran yang seharusnya disuarakan adalah aspek integritas.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sorotan Pembentukan Pansel
Kedua, koalisi sipil menyoroti penegak hukum aktif menjadi pimpinan KPK. Asfinawati mengatakan, pada 26 Juni 2019 pansel menyebut bahwa lebih baik pimpinan KPK ke depan berasal dari unsur penegak hukum. Alasannya, penegak hukum dipandang lebih berpengalaman dalam isu pemberantasan korupsi.
Ketiga, masalah kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dalam berbagai kesempatan, pansel kerap menyebut isu kepatuhan LHKPN tak dijadikan faktor penentu dalam proses seleksi pimpinan KPK.
Menurut Asfinawati, pansel tidak paham bahwa salah satu indikator untuk mengukur integritas seorang penyelenggara negara atau penegak hukum adalah kepatuhan LHKPN. Hal tersebut juga perintah undang-undang kepada setiap penyelenggara negara dan penegakan hukum.
Keempat, koalisi sipil menyayangkan Keppres pembentukan pansel tidak dapat diakses publik. Kelima, mengenai waktu proses seleksi yang tidak jelas.
Menurut Asfinawati, sejak awal pembentukan pansel tidak ada sama sekali pemberitahuan bagi publik terkait jadwal pasti proses seleksi pimpinan KPK. Hal itu tentu merugikan para calon serta masyarakat sebagai fungsi kontrol.
Advertisement