Keberatan dengan Dakwaan, Kivlan Zen Ajukan Eksepsi

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Kivlan Zen dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 10 Sep 2019, 17:45 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2019, 17:45 WIB
Kivlan Zen
Mantan Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Kivlan Zen menjalani sidang perdana kasus kepemilikan senjata api ilegal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019). Sidang ini beragenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Kivlan Zen akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. Dia keberatan dengan surat dakwaan jaksa yang menyebutnya menguasai empat pucuk senjata api dan 117 peluru tajam.

"Saya akan menyampaikan eksepsi. Saya tidak bisa terima," kata Kivlan Zen di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019).

Hakim menanyakan, apakah eksepsi akan disampaikan Kivlan sendiri atau diwakili oleh pengacaranya, menimbang situasi kesehatannya.

"Saya serahkan kepada penasihat hukum, tapi saya juga akan menyampaikan sendiri," jawab Kivlan.

Namun demikian, mengingat kondisinya, Kivlan Zen meminta majelis hakim memberi keleluasaan waktu kepadanya untuk menyusun nota keberatan. Sebab, Kivlan sendiri harus menjalankan serangkaian kontrol kesehatan.

"Kami minta diberikan dua pekan Yang Mulia," pinta pengacara Kivlan, Tonin Tachta.

Menimbang situasi dan kondisi, akhirnya majelis hakim mengabulkan permintaan pengacara Kivlan Zen. Namun dikarenakan jadwal sidang di hari Selasa cukup penuh, hakim mendisposisi hari ke Kamis.

"Kami berikan waktu dua minggu dengan catatan dengan status penasihat hukum. Untuk pengajuan eksepsi jadi Kamis, 26 September, karena Selasa terlalu penuh," kata Hakim Ketua Haryono.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Dakwaan

Kivlan Zen
Mantan Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Kivlan Zen menjalani sidang perdana kasus kepemilikan senjata api ilegal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019). Sidang ini beragenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Kivlan dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal. Purnawirawan Jenderal TNI ini disebut menguasai empat pucuk senjata api dan 117 peluru tajam.

Kivlan didakwa dengan dua dakwaan. Dakwaan pertama, Kivlan didakwa melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kemudian dakwaan kedua, Kivlan didakwa melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 56 Ayat 1 KUHP.

Sementara itu, dalam dakwaan jaksa menyebut nama Habil Marati. Menurut surat dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), ada pesan khusus disampaikan Habil usai memberi Rp 50 juta kepada Helmi Kurniawan alias Iwan yang berperan sebagai anak buah Kivlan.

"Pada 15 Maret 2019 sekira pukul 17.00 WIB, bertempat di Saigon Cafe Pondok lndah Mall 3 Jakarta Selatan, Iwan bertemu Habil Marati Pada pertemuan tersebut Habil mengatakan bahwa ia akan membantu uang operasional sebesar Rp 50.000.000 kepada saksi Iwan," kata Jaksa Fathoni.

"Habil mengatakan bahwa uang tersebut dibutuhkan Iwan untuk kepentingan bangsa dan negara dan berpesan agar Iwan tetap semangat," lanjut Fathoni.

Menurut surat dakwaan, sisa uang Rp 50 juta yang diserahkan Habil dari total uang diberikan senilai Rp 145 juta dipergunakannya untuk mencari senjata yang diminta Kivlan.

Diketahui, polisi menetapkan Kivlan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal dalam kasus dugaan percobaan pembunuhan berkait aksi demonstrasi berujung ricuh di Bawaslu Jakarta pada 21-22 Mei 2019.

Namun demikian Kivlan membantah, dan mengatakan senjata dimilikinya hanya sebagai alat pertahanan diri karena mengaku merasa terancam. Kendati begitu, penyidikan kepolisian tetap menjatuhkan status tersangka pada Kivlan sejak 29 Mei 2019 dan dijebloskan ke tahanan Guntur.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya