Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengajak jajaran lembaga antirasuah untuk ikut membahas revisi Undang-Undang KPK sebelum nantinya disahkan.
"Kami berharap pimpinan tertinggi negara, kami diajak agar bisa menjelaskan ke publik," tutur Laode di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).
Pasalnya, lanjut Laode, pimpinan KPK selalu mendapat pertanyaan dari jajarannya terkait isi revisi Undang-Undang KPK tersebut. Namun mereka sama sekali tidak dapat menjelaskan lantaran tidak mengetahui isinya.
Advertisement
Hal itu juga dibenarkan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo.
"Soal undang-undang, kami harap diajak kejelasannya oleh Pak Presiden. Termasuk isu-isu yang sampai saat ini kami tidak bisa jawab," kata Agus.
Bagi KPK, lanjut Agus, problem kali ini tampil dengan upaya pelemahan lembaga. "Kita sangat prihatin kondisi pemberantasan korupsi jadi sangat mencemaskan," ujar Agus.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
UU KPK Sudah Berumur 17 Tahun
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Dia menilai UU tersebut sudah cukup tua, sehingga perlu disempurnakan.
"Kita tahu UU KPK telah berusia 17 tahun, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas, sehingga pemberantasan korupsi makin efektif," kata Jokowi di Istana Negara, Jumat (13/9/2019).
Dia mengaku telah mempelajari dan mengikuti secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan para pegiat antikorupsi, dosen, mahasiswa, dan juga masukan dari para tokoh-tokoh bangsa yang menemuinya.
"Oleh karena itu, ketika ada inisiatif DPR untuk mengajukan revisi UU KPK, maka tugas pemerintah adalah meresponsnya. Menyiapkan daftar inventarisasi masalah dan menugaskan menteri untuk mewakili Presiden dalam pembahasan bersama DPR," ujar Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi melalui KPK. Dia berjanji menjaga KPK agar lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi.
"Intinya KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai dan harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," kata Jokowi.
Oleh karena itu, dia memberikan arahan ke Menkumham dan Menpan RB agar menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait subtansi-substansi di revisi UU KPK.
Advertisement
4 Poin Yang Ditolak Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui usulan DPR untuk merevisi Undang-Undang KPK. Meski mendapat pro kontra, Jokowi memastikan telah mendengarkan dan mempelajari serius seluruh masukan-masukan yang diberikan masyarakat dan para pegiat anti korupsi sebelum merespons usulan DPR tersebut.
"Karena itu ketika ada inisiatif DPR untuk mengajukan RUU KPK maka tugas pemerintah adalah meresponnya. Menyiapkan DIM dan menugaskan menteri untuk mewakili presiden dalam pembahasan bersama DPR," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Jokowi menegaskan, meski UU KPK direvisi, namun dirinya ingin lembaga antirasuah itu tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi.
"Karena itu KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai. Harus lebih kuat dibandingkan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," ujar dia.
Jokowi juga menegaskan, dirinya tidak setuju dengan revisi UU KPK yang berpotensi mengurangi tugas KPK. Berikut 4 poin yang ditolak Jokowi dalam revisi UU KPK:
1. Tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya harus izin ke pengadilan. KPK cukup memperoleh izin dari dewan pengawasan untuk menjaga kerahasiaan.
2. Tidak setuju penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Penyelidik dan penyidik KPK bisa berasal dari unsur ASN yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lain. "Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar," kata Jokowi.
3. Tidak setuju KPK wajib koordinasi dengan kejaksaan agung dalam penuntutan. Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi.
4. Tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK, diberikan kepada kementerian/lembaga lain.
"Saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini. Terhadap isu lain saya mempunyai catatan dan pandangan yang berbeda terhadap subtansi yang diusulkan oleh DPR," tandas Jokowi.