Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menyita aset milik tersangka Ariyanto Bakri (AR) terkait kasus suap dan atau gratifikasi penanganan perkara di PN Jakarta Pusat, yaitu vonis terdakwa korporasi dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau korupsi minyak goreng dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari-April 2022.
Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, ada sebanyak tiga mobil mewah dan dua kapal milik tersangka Ariyanto yang disita penyidik.
Advertisement
Baca Juga
“Ya tiga mobil dan kita juga mengamankan dua kapal yang di Pantai Marina,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025).
Advertisement
Berdasarkan pantauan Liputan6.com, ada sebanyak lima mobil mewah berbagai merek, mulai dari Porsche GT3 RS, Mini Cooper GP Edition, Abarth 697, Range Rover Deep Dive, dan Lexus LM 350h. Sementara di belakangnya terdapat sebuah motor gede Harley Davidson dan 11 sepeda berbagai jenis.
Adapun hingga pukul 02.30 WIB dini hari, belum ada barang bukti lainnya yang dibawa ke Kejagung.
Kejaksaan menetapkan dua pengacara, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO).
Dugaan suap senilai Rp60 miliar ini menyeret nama Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta dan panitera Wahyu Gunawan.
Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketika kasus korupsi minyak goreng disidangkan, Arif merupakan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan bahwa penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa Marcella dan Ariyanto selaku advokat memberikan suap dan/atau gratifikasi kepada Arif Nuryanta sebesar Rp 60 miliar.
Pemberian suap tersebut diberikan melalui Wahyu Gunawan dalam rangka pengurusan perkara korupsi minyak goreng. Tujuannya, agar majelis hakim yang mengadili perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO atau minyak kelapa sawit mentah memberikan putusan ontslag atau tidak terbukti.
Putusan ontslag atau vonis lepas atau putusan lepas tersebut dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat pada Selasa, 19 April 2025 oleh hakim ketua Djuyamto bersama dengan hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin.
Pada putusan ini, para terdakwa korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Kendati demikian, majelis hakim menyatakan perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle rechtsvervolging) sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU. Majelis hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabat para terdakwa seperti semula.
Keempat tersangka ditahan selama 20 hari ke depan terhitung mulai Sabtu, 12 Aprul 2025.
Wahyu Gunawan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Marcella Santoso ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, Ariyanto ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan Muhammad Arif Nuryanta ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.
Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Perintangan Penyidikan
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tiga tersangka perintangan penyidikan atau obstruction of justice kasus vonis lepas perkara korupsi minyak goreng. Dalam pengembangan kasus, mereka juga melakukan hal yang sama dalam penanganan rasuah komoditas timah dan impor gula.
Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, tiga tersangka baru tersebut adalah Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaidi Saibih (JS) selaku dosen dan advokat, serta Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan JakTV.
“Terdapat permufakatan jahat yang dilakukan oleh MS, JS, bersama-sama dengan TB selaku Direktur Pemberitaan JakTV untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Pertamina Tbk, dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025) dini hari.
“Baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan sementara berlangsung, yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan,” sambungnya.
Qohar menyebut, tersangka Marcella Santoso dan tersangka Junaidi Saibih membayar sebesar Rp478,5 juta kepada tersangka Tian Bahtiar untuk membuatkan berita dan konten negatif yang menyudutkan Kejagung, terkait dengan penanganan perkara mulai dari penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan.
“Dan tersangka TB mempublikasikannya di media sosial, media online, dan JakTV news sehingga kejaksaan dinilai negatif dan telah merugikan hak-hak para tersangka atau terdakwa yang ditangani oleh tersangka MS dan tersangka JS selaku penasihat hukum tersangka atau terdakwa,” jelas dia.
Selain itu, tersangka Junaidi Saibih juga membuat narasi dan opini positif bagi tim advokasinya, serta membuat metodologi perhitungan keuangan negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan.
“Kemudian tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online. Tersangka MS dan tersangka JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan sementara berlangsung, dan tersangka TB kemudian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita-berita tentang kejaksaan,” ungkap Qohar.
Lebih lanjut, tersangka Marcella Santoso dan tersangka Junaidi Saibih turut menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi negatif dalam pemberitaan untuk memengaruhi pembuktian perkara a quo di persidangan.
“Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media TikTok dan Youtube. Tersangka TB memproduksikan acara TV Show melalui dialog, talkshow, dan diskusi panel di beberapa kampus yang diliput oleh JakTV,” kata Qohar.
Adapun tindakan yang dilakukan ketiga tersangka, lanjutnya, dimaksudkan untuk membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan kasus korupsi tata niaga timah maupun importasi gula.
“Sehingga kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat dan perkaranya tidak ditindaklanjuti ataupun tidak terbukti di persidangan. Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif seolah-olah yang ditangani oleh penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik sehingga diharapkan atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan, atau minimal mengganggu konsentrasi penyidik,” terangnya.
Advertisement
Buat Keterangan Palsu
Bahkan, ujar Qohar, para tersangka juga bertindak menghapus sejumlah berita dan beberapa tulisan yang ada di barang bukti elektronik, sebagaimana keterangan yang diakui oleh para tersangka sebelumnya serta temuan barang bukti.
“Terhadap beberapa tersangka juga memberikan keterangan yang tidak benar, di mana dalam salah satu keterangan saksi menyatakan bahwa beberapa saat, beberapa waktu sebelum putusan pengadilan diputus di depan persidangan, WS selaku Panitra telah memberikan arah putusan (vonis lepas korupsi minyak goreng) tersebut kepada tersangka, dalam hal ini tersangka MS dan tersangka JS untuk dikoreksi apakah putusan itu sudah sesuai yang diminta,” bebernya.
“Tetapi di dalam fakta penyidikan, kedua tersangka tersebut tidak mengakui dan mengingkari fakta yang sesungguhnya, sehingga dapat disampaikan bahwa terhadap beberapa hal yang dilakukan tadi maka termasuk unsur orang yang sengaja merusak bukti-bukti dalam perkara korupsi. Yang kedua, juga masuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang tidak benar selama proses penyidikan,” Qohar menandaskan.
