Pengamat Minta Jokowi Berani Terbitkan Perppu KPK

LIPI menilai bahwa penerbitan perppu adalah hak presiden jika merasa ada kegentingan yang memaksa.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 06 Okt 2019, 19:40 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2019, 19:40 WIB
Jokowi Pimpin Sidang Kabinet
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan ketika memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Topik Sidang Kabinet Paripurna tersebut yakni Evaluasi Pelaksanaan RPJMN 2014-2019 dan Persiapan Implementasi APBN 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris meminta, Presiden Jokowi tak khawatir soal pemakzulan, apabila menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) KPK.

Dia menilai, anggapan presiden dapat dimakzulkan jika menerbitkan perppu KPK adalah salah dan tidak tepat.

"Presiden tidak perlu khawatir dengan ancaman banyak pihak, ada yang menghubungkan penerbitan perppu KPK itu dengan impeachment, dengan apa namanya pemecatan atas presiden," kata Syamsuddin di Hotel Erian Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).

"Ini bukan hanya salah paham, tapi paham yang betul salah," imbuhnya.

Dia menilai, orang yang membuat pernyataan soal pemakzulan tak paham konstitusi. Syamsuddin menjelaskan bahwa presiden dapat diberhentikan apabila melakukan pelanggaran hukum, korupsi, melakukan tindakan tercela, dan tindakan kriminal.

"Dan yang melakukan penilaian itu MK (Mahkamah Konstitusi). Jadi konyol penerbitan perppu dihubungankan dengan impeachment (pemakzulan)," ucap Syamsuddin.

Dia mengatakan bahwa penerbitan perppu adalah hak presiden jika merasa ada kegentingan yang memaksa. Lebih lanjut, Syamsuddin mengatakan, ada tiga opsi apabila Jokowi ingin menerbitkan perppu KPK.

"Pertama, perppu KPK yang membatalkan keseluruhan UU KPK hasil revisi," ujarnya.

Kedua, kata dia, perppu KPK yang menunda pelaksanaan atau implementasi UU KPK. Syamsuddin menyebut bahwa penundaan ini dalam jangka waktu setahun atau dua tahun agar UU direvisi dan tak melemahkan KPK.

"Ketiga yang isinya menolak atau membatalkan sebagian pasal yang disepakati antara DPR dan pemerintah," jelas dia.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Masih Dipertimbangkan

Bahas RKUHP, Presiden Jokowi Bertemu Pimpinan KPK
Presiden Joko Widodo saat melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7). Pertemuan tersebut untuk membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Jokowi mempertimbangkan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang akan mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini diputuskan usai Jokowi mendengar masukan dari sejumlah tokoh yang diundang ke Istana Merdeka, Jakarta.

"Akan kita kalkulasi, kita hitung, pertimbangkan, terutama dalam sisi politiknya," ujar Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Kamis 26 September 2019.

Setelah melakukan kalkulasi, Jokowi akan meminta saran kepada para sejumlah toloh senior. Dia berjanji kajian soal Perppu akan dilakukan secepat-cepatnya.

"Secepat-cepatnya dalam waktu sesingkat-singkatnya," ucap Jokowi.

Pada kesempatan itu, Jokowi juga menegaskan komitmennya terhadap demokrasi dan kebebasan pers. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menekankan bahwa kebebasan berpendapat masyarakat harus dijaga dan dipertahankan.

"Saya ingin menegaskan kembali komitmen saya kepada kehidupan demokrasi di Indonesia. Bahwa kebebasan pers, kebebasan menyampaikan pendapat adalah hal dalam demokrasi yang harus terus kita jaga dan pertahankan," ujar Jokowi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya