YLBHI: Larangan Demonstrasi Bertentangan dengan Konstitusi

YLBHI menilai menjadi Presiden dan Wakil Presiden bukan berarti bebas dari kritikan masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Okt 2019, 18:47 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2019, 18:47 WIB
Massa Demonstrasi di Depan DPR
Massa memadati jalan menuju Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (30/9/2019). Massa gabungan dari elemen mahasiswa, dan pelajar mulai memenuhi akses menuju Gedung DPR untuk menyuarakan penolakan Rancangan Undang-Undang KUHP dan Revisi Undang-Undang KPK. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengkritik keras instruksi larangan demonstrasi hingga pelantikan Presiden-Wakil Presiden selesai. Kebijakan itu dianggap sebagai pelanggaran serius karena telah menyalahi konstitusi.

"Itu bertentangan konstitusi, dan undang-undang itu serius, itu pelanggaran serius, karena aksinya aksi damai kecuali aksinya bawa senjata tajam itu yang dilarang," kata Asfinawati usai diskusi 'Habis Gelap Terbitlah Kelam' di Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2019).

Menjadi Presiden dan Wakil Presiden bukan berarti bebas dari kritikan masyarakat. Justru jabatan itu adalah entitas publik sehingga wajar jika mendapat kritik dari masyarakat.

Ia pun mempertanyakan dasar pelarangan demonstrasi oleh aparat. Sebab, jika keputusan itu dibuat guna mencegah terjadinya aksi anarkistis pada aksi demonstrasi maka menurut Asfinawati langkah tersebut tidak tepat. Harus ada evaluasi penyebab kericuhan pada demonstrasi.

"Harus dievaluasi dulu ricuhnya karena apa. Ricuhnya karena penanganan demonstrasinya atau karena demonstrannya," tandasnya.

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) sebelumnya mendukung keputusan pihak keamanan yang melarang demonstrasi menjelang dan saat pelantikan presiden dan wakil presiden 2019-2024. Bamsoet meminta para mahasiswa bisa menjaga nama baik Indonesia di dunia internasional.

"Untuk mengantisipasi pada pihak keamanan. Saya berharap pada adik-adik di BEM dapat memandu, dan marilah kita menjaga nama baik kita di mata internasional, itu aja harapan saya," ujar Bamsoet.

Pihak keamanan bakal mencap ilegal segala bentuk aksi di Jakarta. Terhitung sejak hari ini, sampai tanggal 20 Oktober mendatang. Larangan berunjuk rasa itu dibuat menjelang pelantikan presiden di Gedung MPR/DPR.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Instruksi Kodam Jaya

Massa Demonstrasi di Depan DPR
Massa pelajar saat berdatangan untuk aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (30/9/2019). Massa gabungan dari elemen mahasiswa dan pelajar mulai memenuhi akses menuju Gedung DPR untuk menyuarakan penolakan Rancangan Undang-Undang KUHP dan Revisi Undang-Undang KPK. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Pangdam Jaya Mayjen TNI Eko Margiyono mengungkapkan larangan tersebut merupakan instruksi Kodam Jaya dan Polda Metro Jaya dalam rangka operasi pengamanan pelantikan presiden.

"Sehingga kalaupun ada unjuk rasa itu bahasanya tidak resmi atau ilegal. Karena itu kita sudah menyiapkan parameter di sekitar gedung DPR/MPR. Kami sudah buat pengamanan seperti halnya menghadapi unjuk rasa beberapa waktu lalu," ujar Eko.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya