Wajah Semringah Sofyan Basir saat Keluar Rutan KPK

Sofyan dengan wajah yang semringah menyalami satu persatu tamu yang menunggu sejak tadi.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 04 Nov 2019, 18:56 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2019, 18:56 WIB
Tangis Sofyan Basir Usai Divonis Bebas
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir memeluk kerabatnya usai sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/11/2019). Sofyan Basir divonis bebas dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir resmi meninggalkan rumah tahanan KPK, di belakang Gedung Merah Putih Kuningan Jakarta, Senin (4/11/2019).

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis bebas Sofyan Basir karena dinyatakan tidak terbukti bersalah dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1.

Pantauan di lapangan, Sofyan Basir keluar dari rutan pada pukul 17.55 WIB. Ia mengenakan kemeja biru garis dipadu celana bahan hitam. Keluarga, penasihat hukum, kerabat serta sahabat-sahabat menyambut kebebasan Sofyan Basir di depan pagar.

Sofyan dengan wajah yang semringah menyalami satu persatu tamu yang menunggu sejak tadi. Sofyan juga beberapa kali melambaikan tangan ke arah kamera awak media.

Usai keluar dari pagar, Sofyan tak henti-hetinya menyampaikan ucapan syukur.

"Terimakasih ya, Alhamdulilah semuanya sudah selesai," kata Sofyan Basir.

Dia mengaku saat ini akan menghabiskan hari-hari bersama keluarga. "Saya mau istirahat di rumah," ucap dia.

Sofyan pun langsung meninggalkan Rutan KPK. Ia menumpangi mobil Alphard hitam. Dia duduk di bagian belakang.

Vonis bebas tersebut sesuai dengan harapan Sofyan. Sesaat sebelum menghadapi sidang putusan, mantan Dirut BRI itu berharap divonis bebas.

"Yang terbaik, bebas," ujar Sofyan Basir singkat.

 

Dituntut 5 Tahun

Dalam kasus ini, Sofyan dituntut JPU pada KPK 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Mantan Direktur Utama BRI itu dianggap turut membantu terjadinya tindak pidana korupsi berupa suap terkait proyek PLTU Riau-1.

Jaksa penuntut umum pada KPK membacakan tuntutan Sofyan Basir pada Senin, 7 Oktober 2019 kemarin.

Saat mendengar tuntutan jaksa, Sofyan Basir menilai, ada kreativitas yang luar biasa yang diperlihatkan KPK. Menurut Sofyan, ada hal yang tak wajar sejak dirinya dijerat sebagai tersangka dalam perkara ini.

"Jadi memang dalam arti kata, saya merasa ada sesuatu yang tak wajar karena ini bukan proyek APBN, ini proyek betul-betul kami terima uang dari luar dalam rangka investasi masuk," kata Sofyan Basir usai mendengar tuntutan.

Seperti yang disebutkan jaksa KPK, dirinya tak menerima sepersen pun dari proyek senilai USD 900 juta itu. Dia bahkan menuduh tim lembaga antirasuah telah mengkriminalisasinya.

"Bisa dikatakan kriminalisasi," kata Sofyan Basir.

Meski demikian, tuntutan 5 tahun dari jaksa KPK terhadap Sofyan Basir bukan tanpa alasan. Sofyan Basir dinilai terbukti turut memfasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, politikus Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha, Johannes Budisutrisno Kotjo dalam pembahasan PLTU Riau-1.

Tak hanya itu, Sofyan Basir juga dianggap mengetahui bahwa Eni Saragih dan Idrus Marham akan mendapatkan fee dari Johanes Kotjo jika perusahaan Johanes, Blackgold Natural Resources Limited diberikan kesempatan menggarap PLTU Riau-1.

Sofyan Basir juga disebut beberapa kali melakukan pertemuan dengan Eni Saragih dan Kotjo membahas proyek ini. Sofyan menyerahkan ke anak buahnya, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso untuk mengurus proposal yang diajukan Kotjo.

Atas bantuan Sofyan Basir, perusahaan Johanes Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Eni dan Idrus menerima imbalan dari Kotjo sebesar Rp 4,7 miliar.

Tindakan lainnya yang dinilai turut membantu terjadinya suap adalah penandatanganan surat persetujuan. Padahal, sebelum surat itu ditandatangani, materi harus dirapatkan dengan jajaran direksi lain di PLN.

Sementara dalam kasus ini Sofyan melangkahi prosedur tersebut. Sofyan terlebih dahulu melakukan penandatanganan surat persetujuan proyek tersebut meski materi dari surat itu belum dibahas lebih lanjut dengan jajaran direksi lainnya di PLN.

Merujuk keterangan ahli hukum Abdul Fickar Hadjar, jaksa mengatakan orang yang membantu perbuatan tindak pidana korupsi tak harus mendapatkan hasil.

"Dalam hal mereka yang turut membantu tidak harus memperoleh manfaat yang didapatkan," ucap jaksa saat membaca analisa yuridis tuntutan Sofyan Basir.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya